JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul dalam hitung cepat suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dari beberapa lembaga survey.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Lili Romli, mengatakan hasil tersebut menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran hampir dipastikan menang pemilu dengan sekali putaran.
Untuk itu, Lili berharap kepada presiden dan wakil presiden terpilih bisa memperkuat demokrasi di Indonesia. Salah satunya, tidak perlu merangkul rival politiknya untuk masuk ke kekuasaan.
Ia berpandangan langkah Prabowo-Gibran yang akan merangkul seluruh elemen untuk duduk dalam kekuasaan itu bisa merusak demokrasi.
Baca juga: Anies-Ganjar Diyakini Tak Merapat ke Prabowo, Prinsip Anies dan Keteguhan Megawati Jadi Faktor Utama
"Lalu, KPK harus dikembalikan lagi kekuasaannya agar kembali independen," ucap Lili dalam Obrolan Newsroom bersama Kompas.com, Rabu (14/2/2024).
Di sisi lain, Lili juga berharap pemerintahan yang baru juga mengembalikan kebebasan masyarakat untuk memberikan kritik dan pendapat terhadap pemerintah.
"Karena indeks kebebasan kita selalu turun. Jadi teman-teman nanti media massa jangan sampai mengalami intimidasi dan tetap bersifat kritis," ucap Lili.
Selain itu, kata dia, jangan juga nanti para akademikus dan pengamat mendapat tekanan dalam berpendapat agar demokrasibetul-betul akan berkembang.
Untuk itu, Lili juga berpesan pada partai yang kalah dalam Pilpres 2024 ini tak tergoda bergabung dalam kekuasaan.
Baca juga: Guru Besar UI Yakin Megawati Tidak Akan Tergoda Masuk ke Kekuasaan meski Dikhianati Jokowi
Lili berharap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tetap konsisten berada luar kekuasaan.
"Yang bagian dari oposisi yang mengontrol jalannya pemerintahan. Kalau tidak dikontrol akan berbahaya," ucap Lili.
Terlebih, ungkap Lili, banyak proyek populis dari Prabowo-Gibran yang akan makan anggaran yang besar. Berdasarkan tren dunia, ucap Lili, kebijakan populis cenderung melemahkan demokrasi.
"Kalalu tidak ada kontrol, bisa akan terjadi penyelewengan, abuse of power, dan lain sebagainya," ungkap Lili.
Menurut Lili, pengalaman itu sudah terbukti pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode kedua ini.
Baca juga: Prabowo-Gibran Unggul di Quick Count, Guru Besar UI: Bukan karena Gibran, Lebih Banyak Faktor Jokowi
Ketika Jokowi merangkul hampir seluruh kekuatan sekitar politik di parlemen hampir 80 persen, Lili menyebut kekuatan demokrasi Indonesia turun, anjlok, atau erosi.