JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik warteg di Pasar Minggu, Syarifudin (43), mengeluhkan harga beras yang masih terlalu mahal.
Kondisi tersebut memaksa dia memutar otak agar usaha warung makannya tetap berjalan dan kebutuhan sehari-hari juga terpenuhi.
Sebenarnya, dia bersama istri sudah lelah dengan harga beras yang tinggi. Namun, usaha warung makan merupakan penghasilan utamanya.
Oleh karena itu, mau tidak mau dan suka tidak suka, dia tetap bertahan di tengah gempuran harga beras.
Baca juga: Harga Bahan Pokok Melonjak, Omzet Pedagang Warteg Merosot
Syarifudin mengaku hampir setiap hari pusing jika mengingat harga beras. Sebab, hal ini sangat memengaruhi pendapatan dan pengeluarannya.
“Aslinya mah puyeng juga setiap hari. Buat pemasukan dan memutarnya lagi susah. Beras naik semua, sayur-sayuran naik,” kata Syarifudin saat ditemui Kompas.com di Jalan AUP, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (28/2/2024).
Bukan hanya itu, Syarifudin juga mengaku bimbang saat ingin menaikkan harga.
Sebab, jika harga menu masakannya turut naik seiring dengan mahalnya harga beras, maka efeknya akan jangka panjang.
Syarifudin bisa saja kehilangan pelanggan dan mereka beralih ke tempat lain.
Dengan begitu, dia hanya bisa menyiasati kondisi ini dengan mengurangi porsi nasi, bukan menaikkan harga.
Baca juga: Dilema Pengusaha Warteg, Ingin Naikkan Harga tapi Takut Pelanggan Kabur
“Ya paling dikurangi sedikit lah. Kita mainnya kurangi. Soalnya, kalau naikkan harga, pembeli pada kabur. Makanya dikurangi, kayak nasi dikurangi sedikit,” ujar Syarifudin.
Di tengah kondisi ini, Syarifudin mengaku sempat memakai beras Perum Bulog gara-gara harga beras yang biasa dia gunakan untuk warung makannya sangat mahal.
“Pernah (pakai beras Perum Bulog), kemarin lagi beras mahal, coba sekali. Nah, harganya murah. Di sana (harga beras yang biasa dibeli) Rp 750.000, di Pasar Minggu Rp 700.000 yang 50 kilogram. Saya coba kan sekali,” kata Syarifudin.
Namun, Syarifudin mengaku malah mendapat protes dari para pembeli atas keputusannya memakai beras Perum Bulog.
Katanya, para pembeli tidak selera memakan nasi dari beras Perum Bulog.
Baca juga: Gara-gara Mahal, Warteg Ini Pakai Beras Bulog tapi Diprotes Pembeli
“Nah, yang makan pada protes. Katanya rasanya kurang. Kalau Bulog kan warnanya enggak terlalu putih. Kalau kita beli yang bagus, jadinya putih. Kalau bulog nanti warnanya jadi kayak kuning. Enggak terlalu putih,” ungkap Syarifudin.
Alhasil, Syarifudin terpaksa kembali menggunakan beras yang biasa digunakan untuk warung makannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.