Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebimbangan Pemilik Warteg di Tengah Harga Beras yang Mahal…

Kompas.com - 29/02/2024, 07:00 WIB
Baharudin Al Farisi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik warteg di Pasar Minggu, Syarifudin (43), mengeluhkan harga beras yang masih terlalu mahal.

Kondisi tersebut memaksa dia memutar otak agar usaha warung makannya tetap berjalan dan kebutuhan sehari-hari juga terpenuhi.

Sebenarnya, dia bersama istri sudah lelah dengan harga beras yang tinggi. Namun, usaha warung makan merupakan penghasilan utamanya.

Oleh karena itu, mau tidak mau dan suka tidak suka, dia tetap bertahan di tengah gempuran harga beras.

Baca juga: Harga Bahan Pokok Melonjak, Omzet Pedagang Warteg Merosot

Setiap hari pusing

Syarifudin mengaku hampir setiap hari pusing jika mengingat harga beras. Sebab, hal ini sangat memengaruhi pendapatan dan pengeluarannya.

“Aslinya mah puyeng juga setiap hari. Buat pemasukan dan memutarnya lagi susah. Beras naik semua, sayur-sayuran naik,” kata Syarifudin saat ditemui Kompas.com di Jalan AUP, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (28/2/2024).

Bimbang naikkan harga

Bukan hanya itu, Syarifudin juga mengaku bimbang saat ingin menaikkan harga.

Sebab, jika harga menu masakannya turut naik seiring dengan mahalnya harga beras, maka efeknya akan jangka panjang.

Syarifudin bisa saja kehilangan pelanggan dan mereka beralih ke tempat lain.

Dengan begitu, dia hanya bisa menyiasati kondisi ini dengan mengurangi porsi nasi, bukan menaikkan harga.

Baca juga: Dilema Pengusaha Warteg, Ingin Naikkan Harga tapi Takut Pelanggan Kabur

“Ya paling dikurangi sedikit lah. Kita mainnya kurangi. Soalnya, kalau naikkan harga, pembeli pada kabur. Makanya dikurangi, kayak nasi dikurangi sedikit,” ujar Syarifudin.

Pakai beras Bulog malah diprotes

Di tengah kondisi ini, Syarifudin mengaku sempat memakai beras Perum Bulog gara-gara harga beras yang biasa dia gunakan untuk warung makannya sangat mahal.

“Pernah (pakai beras Perum Bulog), kemarin lagi beras mahal, coba sekali. Nah, harganya murah. Di sana (harga beras yang biasa dibeli) Rp 750.000, di Pasar Minggu Rp 700.000 yang 50 kilogram. Saya coba kan sekali,” kata Syarifudin.

Namun, Syarifudin mengaku malah mendapat protes dari para pembeli atas keputusannya memakai beras Perum Bulog.

Katanya, para pembeli tidak selera memakan nasi dari beras Perum Bulog.

Baca juga: Gara-gara Mahal, Warteg Ini Pakai Beras Bulog tapi Diprotes Pembeli

“Nah, yang makan pada protes. Katanya rasanya kurang. Kalau Bulog kan warnanya enggak terlalu putih. Kalau kita beli yang bagus, jadinya putih. Kalau bulog nanti warnanya jadi kayak kuning. Enggak terlalu putih,” ungkap Syarifudin.

Alhasil, Syarifudin terpaksa kembali menggunakan beras yang biasa digunakan untuk warung makannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com