DEPOK, KOMPAS.com - Seorang istri mantan Perwira Brimob berinisial MRF, RFB, mengalami penderitaan dalam rumah tangganya sejak 2020.
RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang kali oleh suaminya. Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat.
Kasus KDRT ini sudah dilaporkan melalui kuasa hukum korban, Renna A. Zulhasril, ke Kepolisian Resor (Polres) Metro Depok.
Baca juga: Mantan Perwira Brimob Penganiaya Istri di Depok Sudah Ditahan
Adapun terkait status terduga pelaku, saat ini MRF sudah PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) dari kesatuannya.
MRF telah ditahan di rutan Kejaksaan Cilodong sejak Kamis (14/12/2023) sore.
RFB diketahui mengalami luka fisik hingga psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami.
"Luka-luka yang diderita korban meliputi memar pada wajah, dada, dan punggung, serta lecet pada kepala dan tangan," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok M. Arief Ubaidillah, Kamis (21/3/2024).
Ubaidillah juga menyampaikan, korban mengalami pendarahan dan keguguran sebagai akibat dari tindakan kekerasan terdakwa.
Di sisi lain, Renna menuturkan, kekerasan yang terjadi pada Juli 2023 terjadi di ruang kerja MRF. Suaminya itu tak segan menganiaya RFB di depan anaknya.
Baca juga: Dianiaya Suami, Istri Mantan Perwira Brimob di Depok Pendarahan dan Keguguran
"(Korban) dipukul, dibanting, diinjak-injak gitu. Jadi ada semua buktinya, ada luka yang cukup berat sampai (korban) keguguran, janin keguguran usia empat bulan," ungkap Renna.
Atas perbuatannya, MRF dituntut hukuman pidana selama enam tahun penjara.
Salah satu pertimbangannya, jaksa penuntut umum (JPU) menilai, sebagai seorang anggota kepolisian dan Brimob, terdakwa seharusnya melindungi dan menyayangi istirnya.
"Namun ironisnya, terdakwa justru melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga terhadapnya," jelas Ubaidillah.
Berdasarkan pernyataan Ubaidillah, terdakwa sudah terbukti melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya sendiri.
Baca juga: Sepakat Damai demi Anak, Istri ASN BNN Cabut Laporan KDRT
Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 44 ayat (22) jo Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
"Sampai diucapkan tuntutan, perdamaian antara pihak korban dan terdakwa belum mencapai kesepakatan," tambah Ubaidillah.
(Tim Redaksi : Dinda Aulia Ramadhanty, Abdul Haris Maulana, Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.