TANGERANG, KOMPAS.com - Kakak beradik bernama Subaidi (32) dan Jahrani (44) bersama dua saudaranya yang lain baru bisa pulang kampung satu minggu usai Lebaran, yakni Rabu (17/4/2024).
Bukan menghindari kemacetan, mereka baru bisa pulang kampung hari ini karena warung sembako yang mereka kelola di Tangerang Selatan tidak bisa tutup selama Lebaran.
“Kami kan usahanya di sini warung sembako Madura, kami kan pulang juga tunggu pengganti (anak buah). Istilahnya, kita pulang kampung bukan tutup usaha, kita tunggu gantian yang jaga,” kata Subaidi saat ditemui Kompas.com di Terminal Pondok Cabe, Pondok Cabe Udik, Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu.
Baca juga: Perjuangan Mudik Ridwan Mahasiswa di Bandung, Kerja Sampingan demi Beli Tiket Bus
“Yang jaga (pengganti) itu kan biasanya pengin Lebaran di rumah dulu (kampung halaman). Kita sebagai pemilik yang mengalah. Rela lebaran di sini dulu. Baru, setelah Lebaran, kita pulang,” ucap Subaidi melanjutkan.
Oleh karena itu, empat bersaudara itu terpaksa menunggu pengganti untuk berjaga di warung sembako mereka masing-masing.
Karyawan lain yang juga masih kerabat mereka baru tiba di Tangerang Selatan dua hari lalu sehingga mereka bisa bergantian menjaga warung.
“Soalnya enggak mungkin ditutupkan (warungnya),” ujar Subaidi.
Saat ditanya apakah alasan mereka tidak menutup warung sembako karena tetap ingin menghasilkan uang, Subaidi membantahnya.
Ia menegaskan, setiap warung Madura yang menjamur di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), mempunyai sistem yang berlaku berkepanjangan.
Baca juga: Kesedihan Yunda Lewatkan Momen Lebaran di Tanah Perantauan Tanpa Orangtua, Baru Bisa Mudik H+6
“Beda sistemnya. Kalau warung Ucok atau Batak, kalau pulang kampung kan sebelum Lebaran. Warung ditutup sebulan, nanti dia balik lagi,” imbuh Subaidi.
“Nah, kalau untuk warung Madura, kita pakai sistem aplusan. Istilahnya, kita datangkan penjaga. Jadi, nanti kita di kampung lebih lama. Jadi, usaha tetap jalan, pulang kampung enak, enggak terpikirkan sama usaha kita di sini,” tambah dia.
Empat bersaudara itu bertolak dari Terminal Pondok Cabe ke Kabupaten Sumenep, Madura, menggunakan bus Gunung Harta dengan biaya tiket Rp 430.000 per orang untuk satu kali perjalanan.
Mereka mudik ke kampung halaman tentunya tidak dengan tangan kosong setelah satu tahun di tanah perantauan. Mereka membawa sejumlah kardus yang sudah terikat rapi.
“Sebenarnya mah barang-barang bekas saja. Kayak alat dapur atau yang lainnya. Ya karena masih dibutuhkan,” ucap Jahrani.
Meski begitu, beberapa kardus juga ada yang berisi oleh-oleh yang rencananya akan mereka bagikan ke sanak saudara di kampung halaman.
Baca juga: Puas Mudik Naik Kereta, Pemudik Soroti Mudahnya Reschedule Jadwal Keberangkatan
“Tapi ini sebagian juga oleh-oleh sih. Lama di perantauan, masa pulang dengan tangan kosong? Otomatis, kalau di kampung kan, banyak tetangga yang datang. Paling tidak, ada lah buat mereka, THR, oleh-oleh,” ungkap Subaidi.
Dengan demikian, masing-masing orang setidaknya menyiapkan uang senilai Rp 5 juta untuk mudik yang meliputi biaya transportasi, oleh-oleh, dan tetek bengek lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.