Jakarta, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI melayangkan surat ke Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono berkait penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Koordinator Divisi Hukum Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu DKI Jakarta Sakhroji mengatakan, surat itu dilayangkan sejak awal April 2024. Isi dalam surat itu terkait imbauan agar Heru tak merotasi pejabat DKI menjelang Pilkada 2024.
"Iya surat itu dilayangkan ke Pak Pj (Gubernur DKI Heru Budi) langsung pada tanggal 5 April 2024" ujar Sakhroji saat dikonfirmasi, Senin (13/5/2024).
Adapun tujuan surat itu dilayangkan kepada Heru Budi untuk mengantisipasi adanya pelanggaran pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2024.
Baca juga: Di Sidang MK, Bawaslu DKI Ungkit Lagi Deklarasi Kepala Desa Dukung Gibran
Larangan kepala daerah merotasi anak buahnya menjelang Pilkada itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada.
Ada dua pasal, yakni Pasal 71 ayat (2) dan 162 ayat (3) dalam undang-undang tersebut yang melarang setiap kepala daerah merotasi pejabat menjelang pelaksanaan kontestasi politik daerah, termasuk di Jakarta.
Pasal 71 ayat (2) berbunyi "Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggatian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri".
Baca juga: Bawaslu DKI Temukan Surat Suara Sudah Tercoblos di 3 TPS
"Jadi (larangan merotasi pejabat itu) enam bulan sebelum penetapan pasangan calon (kepala daerah), bukan enam bulan sebelum pencoblosan," kata Sakhroji.
Sementara itu, Pasal 162 ayat (3) berbunyi "Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri".
Dengan demikian, kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi pejabat menjelang Pilkada 2024 berpotensi akan disanksi pidana, sebagaimana yang tertuang pada Pasal 190 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 190 berbunyi "Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6.000.000".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.