Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KH Diduga Meniru Adegan Seksual Disertai Kekerasan

Kompas.com - 29/07/2013, 18:03 WIB
Windoro Adi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terungkapnya pelaku perkosaan, perampokan, dan pembunuhan berencana yang dilakukan remaja berusia 16 tahun, KH, mengejutkan psikolog Lia Sutisna Latief dan Kepala Bagian Psikolog Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Nur Cahyo.

Lia mengatakan, tindakan memerkosa, merampok, dan membunuh korban tidak biasa dilakukan oleh remaja berusia kurang dari 20 tahun seperti KH. "Sebelum tahun 2010-an, remaja di bawah 18 tahun belum mampu melakukan kejahatan berat ganda. Tetapi mungkin karena mudahnya mendapat informasi di abad informasi ini, remaja semakin dini meniru kejahatan orang dewasa," kata Lia.

Ia mengatakan, pada usia tersebut, keinginan untuk memperoleh "kemenangan" dengan cara meraih aset, seperti uang, motor, mobil, meluap-luap. Bersamaan dengan itu, dorongan seksual pun menguat pada usia tadi.

Dalam kasus ini, lanjutnya, si pelaku sudah mulai mengorganisasi kejahatan, tidak lagi spontan karena emosi. Meski demikian, di sisi lain, unsur perencanaan kejahatan yang dilakukan tergolong masih ceroboh.

"Menurut saya, tindak memerkosa atau mengadakan hubungan intim dengan korban secara sukarela pun dilakukan KH untuk melemahkan bahkan membuat korban tak berdaya. Korban kehilangan atensi dan konsentrasi, bahkan kehilangan kewaspadaan terhadap tindak orang dekat atau orang asing. Momen inilah yang digunakan pelaku," ujarnya.

Dari informasi kasus ini, ia mengaku belum bisa mendalami sosok pelaku. Pendalaman terhadap sikap, motif, dan perilaku tersangka harus dilakukan dengan mengevaluasi masa lalunya. Hal itu berhubungan dengan sikap meniru yang ia lakukan.

"Mungkin sebelum usia 16 tahun ia sudah pernah menyaksikan adegan seksual atau pengalaman-pengalaman seksual disertai dengan adegan-adegan kekerasan," katanya.

Lia berpendapat, yang mengerikan dalam kasus ini adalah bagaimana pelaku mempersiapkan dan memahami kematian seseorang dengan bertubi-tubi melakukan tindak kekerasan.

Nur Cahyo berpendapat, kasus seperti ini bisa terjadi karena seseorang mendapat sasaran. Obyek itu bisa dikuasai atau dianggap lemah untuk melampiaskan kemarahan atau sarana pemuas.

"Itu sebabnya, jenis kejahatan seperti ini sulit dipetakan. Siapa pun bisa menjadi pelaku ataupun korban," ucap Nur Cahyo.

Baik Cahyo maupun Lia berpendapat, agar kasus tak terulang, pemerintah dan masyarakat secara bersama mengontrol arus informasi, memberi informasi, rambu-rambu, dan melakukan langkah penyadaran tentang informasi yang bisa berkembang menjadi perilaku meniru. Cahyo mengatakan, lingkungan sekolah, keluarga, dan para pengelola pelayanan publik lain perlu mewaspadai, mengendalikan, serta mengelola informasi, juga sistem nilai dan perilaku sosial, lewat bermacam kegiatan sosial, keagamaan, dan pendidikan budi pekerti.

KH ditangkap setelah polisi mengungkap korbannya, SW, seorang pelajar berusia 14 tahun. Setelah SW diperkosa dan dibunuh, telepon genggam dan sepeda motor Yamaha Mio warna putih-merah yang dibawa korban juga diambil tersangka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Megapolitan
Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Megapolitan
Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Megapolitan
Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Megapolitan
Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Megapolitan
Heru Budi Harap 'Groundbreaking' MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Heru Budi Harap "Groundbreaking" MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Megapolitan
Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com