Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Beda Kebijakan Pusat dan DKI karena SBY-Jokowi Beda Partai"

Kompas.com - 17/09/2013, 08:13 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia (UI), Profesor Hamdi Moeloek, menilai lambannya koordinasi untuk mengantisipasi terbenturnya kebijakan pusat dan daerah sedikit banyak disebabkan perbedaan golongan, yakni partai politik.

"Saya curiga yang terjadi begini, kan pemerintah pusat Partai Demokrat, Jokowi itu PDI-P. Kalau dibantu, nanti seperti membesarkan anak macan. Entah itu benar atau tidak ya," ujar Hamdi saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/9/2013) lalu.

Pernyataannya tersebut bukan tanpa dasar. Di Indonesia, perilaku sektarian atau lebih mementingkan kepentingan golongan ketimbang kepentingan publik oleh pejabat negara masih sangat kental terasa. Hal itu dapat dilihat pada DPR RI.

Hamdi menilai, munculnya sosok Jokowi dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama seharusnya menjadi contoh pejabat publik yang mementingkan kepentingan masyarakat ketimbang golongan. Oleh sebab itu, tak ada solusi untuk mengatasi tumpang tindih kebijakan tersebut dengan saling melaksanakan komunikasi antara pusat dan daerah. Terlebih lagi, keadaan serupa juga tidak dialami di DKI Jakarta saja, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun mengungkapkan hal serupa. Bahkan, bukan tak mungkin persoalan itu merupakan cermin buruknya komunikasi pusat dan daerah soal benturan itu.

"Demi kebaikan masyarakat, sudahlah. Jangan berpikir sempit. Bantu saja. Jika Jakarta berbenah, pasti jadi inspirasi bagi daerah lainnya," ujarnya.

"Sudah selayaknya pemerintah pusat berkolaborasi mengentaskan masalah bersama. Eranya kini bukan lagi kerja lamban, retorika, wacana, tapi layani publik, contoh Jokowi-Ahok," lanjutnya.

Setidaknya, ada dua kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang berbenturan dengan pemerintah pusat. Program gebrakan Jokowi-Ahok pun jadi lemah seketika. Di tengah-tengah upaya Jokowi-Ahok meminimalisasi kemacetan dengan memperbaiki transportasi umum di DKI, pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2013 tentang Regulasi Mobil Murah dan Ramah Lingkungan atau LCGC.

Soal lain, di tengah upaya Jokowi-Ahok mengatasi masalah banjir dengan normalisasi sungai dan waduk di DKI, di mana harus merelokasi warga bantaran terlebih dahulu, pemerintah pusat menerbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Kepentingan Umum. Pembebasan lahan yang biasanya dilakukan Panitia Pembebasan Tanah di bawah gubernur pun menjadi dialihkan ke Badan Pertanahan Nasional, di bawah Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com