Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ragunan, Konservasi yang Terabaikan

Kompas.com - 09/12/2013, 07:51 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Dibandingkan dengan taman margasatwa atau kebun binatang di beberapa kota besar dunia, kondisi Taman Margasatwa Ragunan dinilai buruk. Selain kasus kematian beberapa jenis satwa serta buruknya pemeliharaan sarana dan prasarana, taman margasatwa itu saat ini lebih mirip pasar tumpah daripada pusat konservasi dan edukasi.

Ketika mengunjungi taman itu pada Sabtu dan Minggu (7-8 Desember), nyaris di setiap sudut mudah ditemukan penjaja makanan dan cendera mata. Bahkan, pedagang itu menggelar dagangan tepat di samping pagar kandang satwa.

Selain berdagang di kios-kios yang telah disediakan, banyak pedagang menggelar dagangan di jalur pejalan kaki dan bangku-bangku bercat hijau yang telah diberi nomor.

Tak semua pedagang di dalam Taman Margasatwa Ragunan (TMR) berjualan melalui jalur resmi. Siti Zaenab, salah satu pedagang makanan kecil, menuturkan, mereka membayar kepada oknum petugas agar dapat berdagang di dalam kawasan TMR.

”Kalau seperti saya, memiliki kartu anggota. Selain itu, kami masih harus membayar lagi Rp 10.000 untuk hari Sabtu dan Rp 15.000 untuk hari Minggu kepada pihak pengelola. Di luar kedua hari itu, kami tidak bisa jualan kecuali tanggal merah dan musim liburan,” ujar Zaenab yang menggelar dagangan di bawah pohon.

Para pedagang itu juga harus membayar uang kebersihan Rp 4.000 yang diberikan kepada petugas loket. ”Saya hanya diperbolehkan jualan pada Sabtu dan Minggu,” ujar seorang pedagang sandal anak-anak.

Pengawasan buruk

Kondisi itu jauh berbeda jika dibandingkan dengan taman margasatwa lain di kota besar dunia, seperti di Australian Zoo. Taman margasatwa yang berada di Brisbane, Australia, itu memisahkan secara ketat kawasan yang dihuni satwa dengan pusat penjualan cendera mata dan restoran.

Pengunjung pun dilarang keras memberi makanan kepada satwa kecuali kepada satwa yang memang telah disiapkan untuk berhubungan dengan pengunjung. Makanan yang boleh diberikan pun telah disiapkan petugas dan selalu ada petugas yang mendampingi.

Di Ragunan, pengunjung dengan mudah memberi makanan kepada satwa, sebagaimana terlihat di kandang orangutan asal Kalimantan. Meski ada larangan memberi makanan, pengunjung tidak mengindahkannya.

Buruknya pengelolaan taman margasatwa itu juga tampak pada kondisi kandang dan sarana yang dimiliki. Pusat Primata Schmutzer (PPS) yang menjadi salah satu primadona saat ini kondisinya mengenaskan.

Fasilitas air keran yang sehat dan bersih serta langsung minum telah rusak. Fasilitas itu kotor tak terurus. Lorong khusus yang didesain seperti lorong goa yang bercabang-cabang di tengah hutan hujan tropis untuk melihat dari dekat kehidupan alami orangutan juga tak terawat baik. Lapisan plastik lantai yang sengaja didesain empuk itu banyak yang telah terkelupas dan sobek. Tidak semua penyejuk ruangan berfungsi baik.

Kaca film yang melapisi kaca pembatas antara pengunjung dan orangutan banyak yang terkelupas. Coretan-coretan memenuhi bangku tempat pengunjung beristirahat sembari melihat orangutan. Hewan liar pun mudah ditemui di kawasan PPS, bahkan pada siang hari. Kucing liar tampak berkeliaran di kandang orangutan.

Koordinator Perlindungan Satwa Liar Femke den Haas prihatin dengan kondisi itu. Wahana tersebut dibangun dan didedikasikan untuk mengedukasi warga tentang primata, khususnya orangutan.

Di area PPS juga tinggal tiga gorila. Semua berkelamin jantan. Mereka tinggal dalam satu area. Sebelumnya, area itu ditinggali empat gorila, tetapi gorila termuda tewas oleh pejantan lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Megapolitan
FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

Megapolitan
Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Megapolitan
Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Megapolitan
Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Megapolitan
Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Megapolitan
Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Megapolitan
Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Megapolitan
Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Megapolitan
Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Megapolitan
Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Megapolitan
Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com