Ketua Majelis Jemaat GPIB Gideon, Kramat, Rohadi, menjelaskan, penjualan tanah tersebut memang sudah berdasarkan kesepakatan Majelis Sinode se-Indonesia. Berdasarkan persidangan tahunan yang dilakukan di Makassar pada Februari 2013 disepakati seluruh peserta persidangan bahwa sebagian lahan tanah di Pejambon, belakang GBIP Immanuel, akan dilepas.
Keputusan tersebut, kata Rohadi, dengan syarat tanah tersebut dijual untuk kebutuhan TNI. Pembeliannya pun menggunakan dana APBN.
"Namun pada praktiknya, ternyata lahan tersebut diduga sudah berpindah tangan ke PT Palace Hotel. Masalah bermula dari situ. Nilai jual appraisal independence pun tidak dilakukan, hanya Rp 3,7 juta per meter. Buat kita, tanah di daerah Pejambon yang juga ring satu, nilai yang sangat kecil itu," kata Rohadi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/12/2013).
Berdasarkan NJOP 2013, kisaran tanah di Gambir, Jakarta Pusat, mencapai Rp 10 juta hingga Rp 13 juta per meternya.
Rohadi menjelaskan, konflik ini lebih pada konflik internal antar-GPIB Immanuel dengan Majelis Sinode. Ia mempermasalahkan alasan pihak Majelis Sinode sehingga bisa melakukan penjualan lahan dengan harga semurah itu tanpa kajian khusus, dan mengubah menjadi lahan komersial.
Dari sisi internal, ia menginginkan adanya pertanggungjawaban dan transparansi dari Majelis Sinode. Menurutnya, untuk mengubah lahan cagar budaya tersebut menjadi lahan komersial, atau dipindah tangan, harus ada izin dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI. Izin tersebut ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta, dan keputusan terakhir disetujui oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Menurut Rohadi, pihaknya telah mengirim surat kepada Disparbud DKI dan kepada fungsionaris Majelis Sinode tentang kesalahan menjual cagar budaya.
"Para fungsionaris masih bersikukuh kalau penjualan lahan swasta itu sah-sah saja. Bagi kita dalam konteks gereja, selain cagar budaya, ini kan juga untuk beribadah," ujar Rohadi lagi.
Menurut Rohadi, penjualan lahan tersebut dilakukan pada 25 Juli 2013 dengan transaksi sebesar Rp 78 miliar, yang dibayarkan Direktorat Perhubungan Angkatan Darat (Dithubad). Di atas tanah GPIB berdiri juga kantor Batalyon Perhubungan Markas Besar TNI AD.
Oleh karena itu, dia meminta Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menelusuri permasalahan ambil alih lahan belakang GPIB Immanuel, Jakarta Pusat, tersebut.
"Kami meminta Pemprov DKI untuk mengecek kasus ini. Karena penjualan lahan itu melanggar Undang-Undang (UU) Cagar Budaya," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.