Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Korban Banjir, dari Sesak Napas hingga Ditolak Rumah Sakit

Kompas.com - 27/01/2014, 17:03 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Air mata terus berlinang dari wajah Nur Hayati (50), warga RT 09 RW 07, Kelurahan Cililitan Kecil, Kramatjati, Jakarta Timur. Dia sedang merasakan dadanya yang sesak akibat sakit paru-paru yang dideritanya.

Napasnya memburu cepat. Ia pun tak henti-hentinya batuk. Menurut Nur Hayati, ia memang telah memiliki riwayat sakit paru-paru. Namun, dua minggu belakangan, yakni ketika rumahnya terendam banjir lebih dari dua meter, sakitnya bertambah parah.

"Ada 16 hari kebanjiran. Yang paling tinggi sampai tinggal atapnya saja kelihatan," tuturnya ketika ditemui Kompas.com, Senin (27/1/2014).

Selama rumahnya terendam, ia sempat mengungsi ke posko pengungsian RW 07 bersama ratusan warga lain. Namun, ia merasa tidak nyaman. Dia tidak bisa tidur karena terus menerus batuk. Kondisi ruangan pun lembab dan pengap.

"Kalau dibawa tidur, batuknya nggak berhenti. Jadi, saya nggak tidur-tidur," katanya.

Dia menuturkan, yang paling parah adalah empat hari lalu. Dia merasa menggigil kedinginan. "Saya sempat berobat, paling di posko-posko yang ada di pengungsian. Diberi obat biar nggak sesak," katanya.

Merasakan penyakit yang makin parah, akhirnya Nur Hayati memutuskan untuk berobat ke rumah sakit. Berbekal surat pengantar dari pengurus RT dan RW yang menyatakan keterangan sebagai warga kurang mampu dan korban banjir, Nur Hayati datang ke RS Budhi Asih untuk mendapatkan pengobatan.

Mei (43), adik Nur Hayati, mengatakan bahwa kakaknya telah sempat diuap akibat sesak napas, serta dipersilakan berobat jalan oleh pihak rumah sakit. Merasa tidak puas, ia pun pindah ke salah satu rumah sakit di kawasan Cawang, Jakarta Timur, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan berbekal surat yang sama.

Sayangnya, pihak rumah sakit tersebut menolak dengan alasan pasien tidak punya Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diperuntukkan bagi warga kurang mampu. "Tadi udah sampai ke UGD. Tapi karena nggak punya KJS, dan kita diminta bayar administrasi, tapi kita nggak mampu, nggak punya uang. Makanya kita nggak boleh," tuturnya.

Sebenarnya, lanjut Mei, Nur Hayati memiliki KJS atas nama dirinya. Namun, karena terdapat data ganda pada kartu yang diterimanya, KJS pun ditarik kembali oleh pihak puskesmas tempatnya tinggal.

"Ditarik dari bulan puasa. Katanya mau dibalikin sehabis Lebaran, tapi sampai sekarang belum dibalikin," ucapnya.

Akhirnya, Nur Hayati pun dibawa kembali ke RS Budhi Asih untuk pemeriksaan. "Tadi udah diperiksa lagi, katanya suruh berobat jalan, nggak dirawat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com