Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BKTB Blunder, Nasibnya Jangan seperti "Feeder" Transjakarta

Kompas.com - 11/02/2014, 09:34 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi B (bidang transportasi) Selamat Nurdin menilai keberadaan bus kota terintegrasi busway (BKTB) mengancam keberlangsungan metromini dan kopaja. Padahal, menurut dia, BKTB dirancang sebagai moda transportasi gabungan metromini serta kopaja.

"Sekarang dua transportasi itu justru terancam karena BKTB ini pengganti kopaja dan metromini," kata Selamat, kepada Kompas.com, Selasa (11/2/2014).

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu mengaku pernah mengimbau Pemprov DKI untuk mengikutsertakan pihak metromini dan kopaja dalam perancangan operasional BKTB. Namun kenyataannya, pihak manajemen maupun pengemudi tidak diikutsertakan. Akhirnya, 30 unit BKTB tiba dan beroperasional.

Ada dua rute awal yang disediakan, yakni Kalibata-Tanah Abang dan Pantai Indah Kapuk (PIK)-Monumen Nasional.

"Jadi masalah bus sedang ini, DKI belum dapat gambaran mau diapain selanjutnya, jangan sampai nasibnya kayak feeder transjakarta," kata Selamat.

Seharusnya, pihak eksekutif, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo serta Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dapat memanfaatkan perubahan status UP menjadi PT Transjakarta. Dengan perubahan itu, kata dia, Pemprov DKI sebaiknya langsung merancang anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD-ART), merancang penyertaan modal pemerintah (PMP) yang tidak dianggarkan dalam APBD 2014, dan menyusun direksi dengan cepat.  Oleh karena itu, akan banyak menghasilkan SDM yang berkualitas.

Melihat keadaan 346 bus sedang yang sudah tiba dan baru beroperasional 30 unit karena tidak ada sopir, Selamat menilai, hal itu merupakan kesalahan yang dilakukan DKI. Pemprov DKI tidak mempersiapkan secara matang manajemen di balik pengadaan ribuan bus.

Menurut Selamat, yang terpenting bagi Pemprov DKI hanyalah ribuan bus ada dan dibeli, tanpa memikirkan sopir, keberadaan SPBG, dipo, dan sebagainya. Maka, ribuan bus yang tiba itu akan sia-sia keberadaannya.

"Bus telanjur sudah banyak datang tetapi manajemen pengelolaan tidak disiapkan, BKTB menjadi blunder. Bukan masalah program jelek atau bagus, tapi pasca-kedatangan busnya ini, DKI belum siap mengelola semua itu," kata Selamat.

Selamat menyarankan langkah strategis secara business to business (B to B) antara transjakarta dengan Perum Pengangkutan Djakarta (PPD) sehingga DKI dapat memiliki banyak sopir dari PPD.

Langkah ini, kata dia, terbilang cepat daripada harus menunggu PPD menjadi milik DKI terlebih dahulu. Sebab, pemerintah pusat juga belum memberi kejelasan akan menghibahkan PPD kepada DKI atau tidak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung 'Political Will' Heru Budi

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung "Political Will" Heru Budi

Megapolitan
Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Megapolitan
Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Megapolitan
Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com