Dynetek Industries Ltd merupakan perusahaan asal Jerman yang produknya dimulai digunakan untuk pesawat ulang-alik NASA, US Army, perang di Afganistan, angkatan bersenjata Jerman, dan merajai tabung BBG bus transportasi Eropa Barat.
Salah seorang direktur Dynetek, Jajang Tjandra, kepada Kompas.com menjelaskan, bus transjakarta menggunakan tabung gas bertipe 4. Padahal, tabung gas ini banyak kekurangannya.
"Mereka malahan memilih tabung BBG yang tipe 4. Ini sangat aneh sekali," ujar dia, beberapa waktu lalu.
Menurut Jajang, ada tiga hal yang membuat tabung BBG tipe 4 di bus-bus transjakarta tidak layak. Pertama, tabung jenis itu memiliki tingkat rembes 0,25 mm per water liter capacity per hour. Dalam satu bus, ada 6 tabung BBG. Artinya, dalam sejam, ada 1,5 mm per water liter capacity BBG keluar dari tabungnya.
Faktor kedua, enam tabung dengan tingkat rembesan gas yang tinggi itu berada di bawah bus, menyatu dengan kompartemen mesin. Sifat gas diketahui sangat ringan dan tidak menyebar. Jika tabung berada di dalam ruang tertutup, gas yang rembes akan berkumpul di satu ruang. Itu tentu rentan menimbulkan ledakan.
"Coba bayangkan, rembesan gas berkumpul di sebuah ruangan, belum lagi misalnya busnya macet satu jam saja lalu dipicu ada percikan api. Hanya 4 persen gas dari volume udara saja, sudah sangat memungkinkan meledak, nah apalagi kondisi ini," tuturnya.
Jajang mengungkapkan, pada awal-awal beroperasinya bus transjakarta, Dishub DKI pernah mengontak perusahaannya untuk menyediakan tabung BBG. Namun, begitu melihat spesifikasi yang diajukan tabung gas berada di bawah kompartemen mesin, pihaknya pun menolak lantaran rentan dalam hal keselamatan.
Faktor ketiga, tabung BBG itu tidak layak karena materialnya. Tabung BBG tipe 4 ini memiliki dua lapisan. Lapisan luar besi dan lapisan dalam (liner) berbahan plastik. Material plastik diketahui bukan penghantar panas yang baik sehingga mudah meleleh. Hal inilah, lanjut Jajang, yang membuat tabung-tabung bus itu selalu hanya diisi setengahnya saja dari kapasitasnya.
"Makanya mereka (petugas BBG) hanya isi di kisaran 190 bar, padahal batasnya kan bisa 250 bar. Karena kalau lebih dari itu, rentan panas. Mereka takut meledak. Batas temperatur tabung tipe 4 itu 80 derajat. Lebih dari itu, duaarr," ujar Jajang.
"Informasi dari kami bukan bentuk teror kepada masyarakat di Jakarta. Kami hanya educated. Kami sepakat keselamatan para penumpang, itu nomor satu," ucapnya lagi.
Atas dasar fakta teknis tersebut, tabung BBG tipe 4 ditolak di beberapa negara, misalnya China, Jepang, dan beberapa negara di Eropa Barat.
Pengelola transjakarta tidak tahu
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Transjakarta Pargaulan Butarbutar mengaku tidak memahami bahwa tabung BBG tipe 4 di bus transjakarta ternyata tidak layak. Selain pihaknya hanya sebagai operator, penentuan spesifikasi bus transjakarta adalah wewenang dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang bekerja sama dengan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT).
"Lagi pula, penyebab insiden bus-bus selama ini yang terbakar dan sebagainya, bukan disebabkan oleh meledaknya tabung BBG. Rata-rata penyebabnya kelistrikan," ujar Pargaulan.
Jika benar bahwa tabung BBG itu tak layak, Pargaulan meminta informasi tersebut tidak dilebih-lebihkan. Menurutnya, informasi tersebut dapat menakut-nakuti penumpang. Kondisi tersebut pun dapat berimbas pada penurunan jumlah bus transjakarta.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar membenarkan bahwa penggunaan tabung BBG tipe 4 di bus transportasi massal pada dasarnya masih dalam perdebatan. Namun, Dishub DKI tetap menggunakan tabung tipe tersebut karena harganya yang murah dan telah bersertifikat ISO dari Kemeterian Riset dan Teknologi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.