"Saya melihat ada unsur kesengajaan, mereka bilang saya salah paham. Salah paham di mana? Saya tidak idiot lho. Ini jelas-jelas ada orang mau nyumbang. Di satu pihak kita kekurangan bus. Orang nyumbang 30 bus, tidak mau. Malah terima barang-barang China yang jelek-jelek," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (12/3/2014).
Basuki juga mengaku heran dengan penerapan nilai strategis reklame. Ia menyayangkan, kenapa pihak swasta, yang telah rela menyumbangkan bus, malah dikenai pajak. Padahal, jika mereka berniat memasang iklan, kata Basuki, maka tidak perlu sampai menyumbangkan bus.
Menurut Basuki, 30 bus yang disumbangkan ke Pemprov DKI memiliki nilai sekitar Rp 42 miliar. Baik Telkomsel, Ti-Phone, dan Roda Mas masing-masing menyumbangkan 10 bus.
"Sudah nyumbang bus, terus dikenain pajak iklan. Lha, ngapain nyumbang bus. Mending pasang iklan aja kalau gitu. Wajarlah pengusaha kesal. Tiga puluh bus sudah berapa miliar? Sepuluh saja sudah Rp 14 miliar. Kamu kira gampang nyari orang yang mau nyumbang bus Rp 14 miliar?" ujarnya.
"Pajak iklan cuma Rp 30 juta setahun. Sepuluh tahun saja cuma Rp 300 juta. Pilih mana, Rp 300 juta atau Rp 14 miliar, jelas kebanyakan pilih yang Rp 300 juta," katanya lagi.
Seperti diberitakan, Basuki menyayangkan pungutan pajak yang dilakukan terhadap tiga perusahaan swasta itu. Namun, Kepala BPKD Endang Widjajanti dan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi mengatakan bahwa Basuki hanya salah paham.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.