Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puncak, Surga Wisata di Tepi Jurang Krisis

Kompas.com - 05/08/2014, 02:00 WIB

KOMPAS.com - Berdirilah di pelataran Masjid Atta’awun, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Pandanglah dataran di bawah, hamparan Perkebunan Teh Gunung Mas yang dibelah Jalan Raya Puncak yang berkelok.

Tengok ke barat, ada Gunung Salak dan Gunung Halimun. Di selatan ada Gunung Pangrango dan Gunung Gede. Udara sejuk. Di pagi dan sore, pandangan agak terganggu kabut.

Inilah kawasan Puncak, primadona pariwisata Bogor, 80-90 kilometer dari DKI Jakarta, jantung negara. Di sini banyak vila, resor, hotel, restoran, warung, rumah, taman, kebun, dan obyek wisata alam untuk masyarakat dari pelbagai kalangan.

Tidak mengherankan, Puncak masih menjadi tujuan wisata favorit warga Jabodetabek. Biarpun macet di akhir pekan dan musim libur, dengan potensi bencana alam dan kecelakaan, Puncak tetap jadi pilihan.

Krisis

Hingga 1960, Puncak masih hamparan tanah partikelir untuk pertanian. Seharusnya saat itu ada pembagian lahan kepada warga. Namun, redistribusi belum ditetapkan hingga kini sehingga lahan dikuasai, digarap, bahkan berpindah tangan.

Padahal, seiring waktu, Puncak berkembang menjadi pilihan wisata orang Jabodetabek. Lokasi dekat, alam indah, jasa wisata murah, prasarana dan sarana mantap.

Pembangunan secara legal dan bahkan ilegal terus-menerus berlangsung. Pemerintah Kabupaten Bogor mendata, ada sekitar 700 bangunan ilegal di Puncak. Sekitar 300 bangunan telah dibongkar pada 2013 melalui program pendanaan bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Program seharusnya berlanjut pada 2014 meskipun menunggu kedua pihak kembali mau merogoh ”dompet anggaran”.

Pembangunan tidak terencana menjadi bukti krisis multidimensi melanda Puncak. Area yang seharusnya untuk resapan air sekaligus wisata alam berubah menjadi kawasan terbangun. Perubahan fungsi mengurangi daya dukung lingkungan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Bogor Syarifah Sofiah mengatakan, menurut rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional, provinsi, dan kabupaten, Puncak merupakan kawasan strategis berfungsi lindung dan konservasi. Sebagian kawasan bisa untuk budidaya pertanian dan perkebunan dan atau permukiman skala padat, sedang, dan rendah, tetapi berprinsip lestari alam.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kabupaten Bogor Agus Chandra Bayu berharap pemerintah bersedia mempertahankan, mengembangkan, dan menata Puncak agar tetap menjadi primadona pariwisata.

Menurut Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata Cisarua Teguh Mulyana, penataan Puncak harus melibatkan warga dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Hadi Susilo Arifin, Guru Besar Manajemen Lanskap IPB, menyarankan pemerintah mematuhi RTRW dan membatasi pembangunan baru. Goda publik dengan pengelolaan dan pengembangan obyek wisata alternatif terdekat, seperti Salak Endah, untuk mengurangi tekanan pada Puncak. (Ambrosius Harto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Megapolitan
Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Megapolitan
Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Megapolitan
Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Megapolitan
Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada 'Study Tour' ke Luar Kota

Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada "Study Tour" ke Luar Kota

Megapolitan
RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

Megapolitan
Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Megapolitan
Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Megapolitan
Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Megapolitan
Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Megapolitan
Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Megapolitan
Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Megapolitan
Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar 'Video Call' Bareng Aipda Ambarita

Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar "Video Call" Bareng Aipda Ambarita

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com