Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naik dan Turun KRL Pun Penumpang Harus Bersaing

Kompas.com - 08/08/2014, 14:10 WIB
Laila Rahmawati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — "Yang turun dulu... Yang turun dulu." Selalu begitu teriakan yang terdengar setiap kali kereta datang di Stasiun Tanah Abang pada waktu-waktu berangkat dan pulang kantor.

Akan tetapi, teriakan itu bagaikan angin lalu bagi ratusan penumpang yang memenuhi peron dan siap untuk masuk ke dalam kereta.

Hal itu seperti yang terjadi pada Kamis (7/8/2014) sore di Stasiun Tanah Abang ketika kereta jurusan Serpong baru tiba.

Para penumpang yang tidak sabar ingin lekas naik untuk mendapatkan tempat duduk rupanya tak lagi menghiraukan teriakan penumpang yang akan turun.

Penumpang yang akan turun pun harus menerobos barikade manusia tersebut jika tak ingin terbawa kembali ke stasiun asal. Seperti yang dialami seorang perempuan yang hampir jatuh karena terdesak penumpang lain.

Karin, perempuan tersebut, hendak turun dari gerbong perempuan, tetapi terhalang oleh para penumpang yang akan naik. Ia pun mengomel, tetapi beberapa penumpang yang baru naik justru balik mengomelinya.

"Salah sendiri enggak mau turun dari tadi," kata seorang ibu yang diikuti anggukan oleh beberapa kawannya.

"Begitulah kadang gerbong wanita itu lebih ganas. Malas saya. Mau marah juga kayak gitu hasilnya," kata Karin yang hendak menuju Tebet dari Sudimara, rumah saudaranya, Kamis (7/8/2014).

Di setiap pintu kereta, ada tulisan yang berbunyi: "dahulukan penumpang yang akan turun". Akan tetapi, seperti halnya teriakan penumpang tadi, tulisan itu pun hanya sekadar pajangan, tak berarti apa-apa.

"Kalau enggak dulu-duluan, kita enggak dapet tempat duduk. Pulang kerja, capek, pengin duduklah pasti. Lagian galakan penumpang yang turun. Saya aja sering kedorong," kata Harti, pekerja di kawasan Tanah Abang yang tinggal di Sudimara.

Psikolog dari Universitas Indonesia Rose Mini menilai, perilaku tak mau mengalah tersebut disebabkan oleh faktor kebiasaan. Tidak adanya sanksi juga menjadikan perilaku seenaknya sendiri tersebut terjadi berlarut-larut.

"Kalau di luar negeri, contohnya Singapura, seperti itu ada aturannya. Kalau mereka melanggar, naik tanpa aturan, akan dikenai denda, tapi di sini? Akhirnya jadi kebiasaan itulah," kata Rose Mini kepada Kompas.com.

Ketegasan PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) sangat diperlukan dalam hal ini. Pantauan Kompas.com, pada jam-jam sibuk, petugas stasiun telah memberikan imbauan melalui pengeras suara.

"Penumpang yang naik agar mendahulukan penumpang yang turun," kata petugas stasiun berulang kali setiap kereta datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com