Keluarga pasangan Marjono (57)-Manisah (48) berharap bisa segera mendapat lapak tempat berjualan nasi uduk. Marjono bekerja sebagai sopir proyek dengan bayaran setiap sepekan, Rp 500.000. Istrinya, Manisah, yangsebelumnya berjualan nasi uduk, bisa mendapat untung bersih sehari Rp 50.000.
Jika Ramadhan tiba, ia menjual kolak, asinan, dan makanan ringan lainnya untuk berbuka puasa. ”Dapat tempat di sini kami sudah bersyukur. Tetapi tolong dipikirkan juga kelangsungan hidup kami,” kata ibu tiga anak, Minggu (12/10).
Setelah rumah mereka di RT 007 RW 002, Rawabuaya, Cengkareng, terkena penertiban dan dibongkar, keluarga ini terpaksa mengontrak rumah sebulan dengan tarif Rp 400.000.
Marjono dan Manisah tinggal di Rawabuaya sejak 1982. Mereka membeli sepetak bangunan peturasan umum seluas 3 meter x 12 meter, lalu diubah sebagai rumah tinggal. ”Waktu itu harganya cuma Rp 2,5 juta,” kata Marjono.
Kerugian terbesar saat penertiban dialami Pasangan Abdul Kholim (50)-Salam (50). Mereka membuka usaha memperbaiki televisi dan menjual perlengkapan listrik, termasuk televisi-televisi bekas.
”Kami tidak sempat menyelamatkan barang-barang modal kami saat penertiban berlangsung. Semuanya hancur. Nilainya sekitar Rp 25 juta,” kata Salam.
Sebelumnya, dari usaha berdagang alat listrik, omzet Salam sehari bisa mencapai Rp 500.000-Rp 1 juta, sedangkan dari hasil memperbaiki televisi, Kholim, yang juga bekerja sebagai petugas satpam, bisa mendapat Rp 100.000.
Mereka pernah sebulan menumpang hidup di tetangga sementara Kholim tidur di gardu jaga. ”Harapan saya, pengelola bisa segera mengatur pengadaan lapak untuk berdagang,” kata Kholim.
Khawatir Kumuh
Kepala UPRS Wilayah 2 Ujang Zaenudin, yang dihubungi terpisah, mengatakan, tempat usaha berupa deretan kios di lantai dasar baru akan dibangun dan siap pada akhir 2015. ”Kalau cuma dibuatkan lapak-lapak untuk usaha, nanti lingkungan jadi kumuh,” tutur Ujang.
Pengacara pendamping warga dari PBHI Jakarta, Anggit Sinaga, berharap, Pemprov DKI tidak bersikap kaku.
”Kalau alasannya cuma kekhawatiran lingkungan bakal kumuh, kan bisa diatur?” ujarnya saat dihubungi kemarin. (WIN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.