Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri: Pelantikan Ahok Tak Perlu Persetujuan DPRD

Kompas.com - 14/11/2014, 07:55 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengungkapkan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap penetapan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai gubernur definitif DKI Jakarta.

Djohermansyah mengungkapkan, DPRD DKI Jakarta hanya punya kewenangan untuk mengumumkan dan langsung menyerahkan nama Ahok kepada Kementerian Dalam Negeri.

"Diumumkan saja, bukan minta persetujuan atau gimana. Kalau dulu memang minta persetujuan, tapi kan sudah berubah," kata Djohermansyah, di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (13/11/2014).

Ia mencontohkan pengunduran diri Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta yang tanpa melalui proses persetujuan di DPRD DKI Jakarta. Jokowi hanya mengajukan pengunduran dirinya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah itu, SBY mengeluarkan surat keputusan pemberhentian.

Djohermansyah meminta agar dalam rapat paripurna istimewa yang akan dilakukan pada hari ini, Jumat (14/11/2014), semua anggota Dewan tak menghambat proses pengangkatan Ahok. Dia menanggapi adanya kemungkinan rapat tersebut tidak kuorum sehingga proses penetapan Ahok tak bisa dilakukan.

"Pendekatan ke Ahok jangan pendekatan kebencian ke kebencian, lebih pendekatan kemitraan. Jadi, ini satu tim, bukan musuh. Bukan anjing dan kucing," katanya.

Menurut Djohermansyah, cukup pimpinan DPRD DKI Jakarta saja yang mengumumkan penetapan Ahok itu.

"Simpel saja, paripurna diumumkan, lalu pimpinan menyurati ke Kemendagri mengusulkan Ahok sebagai gubernur. Mendagri ke Presiden, lalu keppres turun," ucap dia.

Dinamika di DPRD

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi memutuskan bahwa rapat paripurna istimewa akan digelar pada Jumat untuk mengumumkan Ahok sebagai gubernur definitif DKI Jakarta. Namun, keputusan Prasetyo ini mendapat tentangan dari pimpinan DPRD DKI Jakarta yang lain. Mereka menilai Ahok belum bisa diumumkan sebagai gubernur DKI Jakarta karena DPRD DKI Jakarta masih menunggu pandangan hukum dari Mahkamah Agung (MA).

"Jadi, DPRD sudah sepakat melakukan konsultasi ke MA. Apa pun pendapat hukumnya, kita akan patuhi. Kalau sudah ada (pandangan dari MA), lalu diumumkan dan dilantik, kita paripurna," ungkap Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKS, Triwisaksana.

Prasetyo Edi yang berasal dari PDI-P mengaku sudah mendapat pandangan dari MA. "Saya sudah konsultasi secara informal ke MA dan mempertanyakan apa masalahnya. Saat ini, suratnya masih ada di saya," kata dia.

Meski banyak interupsi, Prasetyo lalu mengetuk palu untuk mengesahkan rapat paripurna istimewa pada Jumat ini.

Polemik aturan

DPRD DKI Jakarta sebenarnya sudah meminta bantuan dan berkonsultasi kepada MA menyangkut pembahasan dan penetapan undang-undang yang digunakan untuk pengangkatan Ahok sebagai gubernur. Soalnya, dalam pembahasan pengangkatan Ahok, ada tiga undang-undang yang dijadikan acuan. Ketiga aturan itu adalah Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota (Pilkada), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 173 ayat (1) Perppu Pilkada menyebut gubernur, bupati, wali kota yang berhalangan tetap, tidak serta-merta (otomatis) digantikan oleh wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota. Sementara itu, Pasal 174 ayat (4) Perppu Pilkada menyebutkan, jika sisa masa jabatan gubernur yang berhenti lebih dari 18 bulan, pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD.

UU Pemprov DKI Jakarta sendiri tidak mengatur mekanisme penggantian gubernur atau wali kota. Demikian pula dengan UU Pemda Pasal 87 yang menyebutkan bahwa apabila gubernur berhenti, pengisian jabatan gubernur disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah.

Pada saat DPRD DKI Jakarta masih berseteru, Ahok merasa yakin dirinya sudah menjadi gubernur berdasarkan surat keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal pengunduran diri Joko Widodo dari kursi gubernur. Ahok berpegangan pada SK Presiden itu yang juga mencantumkan pengangkatan Ahok sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com