"Jadi, kalau saya ketemu ada daerah genangan karena ada saluran yang mampet dan lurah camatnya tidak tahu, ya (jabatannya) harus dicopot. Jangan sampai ada genangan ini, saya yang tahu duluan dibanding lurah, camat, dan wali kotanya," kata pria yang akrab disapa Ahok itu, di Balaikota, Rabu (26/11/2014).
Lurah dan camat, lanjut dia, berperan untuk dapat menggerakkan warganya dalam membersihkan lingkungan setempat. Ahok menjelaskan, munculnya genangan disebabkan saluran air buntu karena penumpukan sampah. Got-got yang ada di lingkungan tersebut juga penuh dengan lumpur.
Sebelumnya, pembersihan lumpur dan sampah agar tidak ada genangan ini merupakan tanggung jawab Suku Dinas Pekerjaan Umum dan Suku Dinas Kebersihan.
"Kalau dulu kan lurah, camat, sama Sudin masih suka saling menyalahkan dan mengelak. Sekarang enggak bisa lagi, kalau hujan tidak ada (pejabat) yang santai-santai lagi," kata Ahok.
Ahok pun menemukan studi kasus di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan. Dia bertanya kepada pejabat setempat mengapa genangan masih terus merendam kawasan itu jika hujan.
"Eh, dijawabnya begini, 'Pak ini kan genangannya sementara, tiga jam lagi juga surut karena hujannya berhenti'. Maksud saya itu, salurannya dikeruk dari sampah dan lumpur agar tidak tersumbat dan saluran airnya lancar," Ahok menegaskan.
Selain banjir dan genangan, lanjut dia, lurah dan camat harus dapat mengetahui titik-titik pedagang kaki lima (PKL) liar dan kawasan kumuh di lahan negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.