Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kumpulkan Kepala Dinas Pendidikan, Anies Minta Mereka "Blusukan"

Kompas.com - 01/12/2014, 15:18 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk pertama kalinya mengumpulkan kepala dinas pendidikan tingkat provinsi hingga kota/kabupaten. Mereka dikumpulkan untuk bersama-sama berbicara tentang apa yang harus dilakukan jajarannya ke depan, Senin (1/12/2014).

Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, Anies mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri.

Beberapa kelebihan yang disebutkan di antaranya tentang peningkatan jumlah institusi lembaga pendidikan dasar dan menengah serta jumlah anak yang mendapatkan akses pendidikan bertambah dari tahun ke tahun.

"Kita di Indonesia juga unggul dari Spanyol dan Hongkong dalam hal kapasitas berinovasi. Dari survei terhadap 142 negara, kita di urutan 30," kata Anies.

Mantan Rektor Universitas Paramadina itu juga memuji pendidikan di Indonesia, yang dari tahun 1945 sampai 2011, buta huruf sudah bisa berkurang hingga delapan persen. Pencapaian ini pun dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga dulunya mengalami permasalahan buta huruf seperti Indonesia.

Meski demikian, kata Anies, masih ada berita buruk dari pendidikan Indonesia, seperti sekolah yang tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan sebesar 75 persen dan nilai rata-rata uji kompetensi guru yang masih jauh di bawah standar, yaitu 44,5. Sementara itu, nilai ideal yang diharapkan adalah 70.

Karena itu, Anies mengutarakan bahwa pendidikan di Indonesia harus bisa bereformasi. Reformasi di sini dalam arti keseluruhan aspek dan sistem pendidikan yang keliru harus segera diubah. Anies pun menegaskan akan menjadikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai basis pendidikan Indonesia.

"Kita punya tokoh pendidikan yang luar biasa, tetapi sampai sekarang, belum tentu kita baca bukunya kan. Kita harus menggunakan pemikiran Ki Hadjar Dewantara," ujar dia.

Menurut Anies, pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan malah terlebih dahulu dipakai di negara-negara lain. Indonesia sendiri, kata dia, harus mengikuti pemikiran tersebut karena sudah terbukti berhasil di negara-negara lain, salah satunya Finlandia.

Pada pengujung pertemuannya, Anies berpesan kepada semua kepala dinas agar mau blusukan di tempatnya masing-masing. Tujuan blusukan tersebut adalah untuk lebih mengenal potensi pendidikan yang ada di masing-masing tempat dan sekadar silaturahim dengan pelaku-pelaku pendidikan.

"Guru itu pelaksana pendidikan Indonesia. Kita juga harus menyejahterakan kehidupan guru. Kita bisa beri keringanan untuk guru, seperti diskon di bengkel motor," ucap Anies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com