Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budiman, di Jakarta, Minggu (22/2/2015), menjelaskan, tahun ini, 212 gedung sekolah di DKI Jakarta membutuhkan anggaran untuk perbaikan. Dari jumlah itu, 96 gedung sekolah menjadi prioritas perbaikan.
Namun, menurut Arie, perbaikan baru bisa dilaksanakan beberapa bulan mendatang karena APBD belum disahkan Kementerian Dalam Negeri hingga saat ini. Setelah APBD disahkan, proses perbaikan sekolah juga masih menunggu proses lelang.
”Kalau APBD tak kunjung ditetapkan, pembangunan sekolah tak bisa dilakukan,” kata Arie.
Di Jakarta, sejak satu hingga dua tahun lalu, sejumlah bangunan sekolah terbengkalai karena anggaran pembangunannya terputus. Terputusnya anggaran antara lain dialami SMA Negeri 55 Pancoran, SD Negeri 08 Pagi, dan SMP Negeri 73 Tebet, Jakarta Selatan, serta SMP Negeri 97 di Utan Kayu, Jakarta Timur.
Bangunan sekolah-sekolah tersebut terbengkalai dan tak dapat dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar. Bangunan SMA Negeri 55 Pancoran, misalnya, terbengkalai sejak setahun lalu.
Halaman sekolah itu ditumbuhi rumput dan tanaman liar. Di lantai satu dan dua berserakan sampah, seperti botol plastik, balok kayu, dan bungkusan mi instan. Sejumlah meja, kursi, dan lemari kayu rusak.
Kepala Sekolah SMA Negeri 55 Kartono mengatakan, pembangunan sekolah itu dimulai pada 2013. Bulan April 2014, pembangunan yang baru berjalan sekitar 30 persen berhenti karena kurang dana.
Bagian depan dan samping tembok pagar retak dan miring. Kusen jendela, daun pintu, dan gagang tangga belum terpasang, Akibatnya, sekolah dengan 805 siswa itu tak bisa digunakan.
Saat ini, gedung sekolah yang terbengkalai itu dipakai sebagai tempat nongkrong anak muda.
Amat (16) bersama teman-temannya kerap nongkrong di sekolah itu untuk mencari kadal, ular hijau, belalang, dan batu koral buat cincin. ”Kami cari itu di pohon dan rumput-rumput di dekat sekolah ini. Tak pernah ada yang melarang karena guru dan penjaga sekolah tak ada di sekolah,” ujarnya.
Menumpang di SD
Untuk sementara, aktivitas belajar-mengajar siswa kelas X SMA Negeri 55 dipindahkan ke SD Negeri 01 dan 03 Pengadegan. Siswa dan guru menggunakan gedung sekolah itu siang hari setelah selesai digunakan siswa SD.
Adapun aktivitas belajar- mengajar murid kelas XI dan XII menggunakan gedung sekolah STIE Tunas Nusantara di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, yang disewa.
Untuk menyewa gedung, orangtua berinisiatif mengumpulkan dana sebesar Rp 125.000 per bulan per siswa. ”Sewa gedung habis pada Juni 2015. Padahal, sampai sekarang belum jelas kapan pembangunan sekolah selesai,” kata Kartono.
Di SMP Negeri 73 Tebet, kegiatan belajar-mengajar hanya bisa dilaksanakan di lantai satu karena pembangunan lantai dua dan tiga belum selesai. Lorong sekolah pun dijadikan ruang guru.
Menurut Kepala Sekolah SMPN Tebet 73 Sukirman, Pemprov DKI Jakarta harus segera menyelesaikan pembangunan gedung sekolah. ”Anak-anak sudah terlalu lama menderita karena layanan fisik pendidikan tak memadai. Penderitaan itu harus segera dihentikan,” kata Sukirman (Kompas, 30/1/2015).
Perpindahan lokasi belajar- mengajar ini merepotkan para pelajar dan orangtua. Sugeng Suprianto (45), warga RT 002 RW 003, Kelurahan Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, menuturkan, biasanya anaknya berjalan kaki ke gedung SMA Negeri 55.
”Anak-anak yang dulunya bisa jalan kaki ke sekolah sekarang harus kerepotan gonta-ganti angkutan umum karena lokasi belajar pindah,” kata Sugeng. (B10/DNA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.