Surat Yuddy itu disampaikan kepada Basuki atau Ahok dengan tanggal 11 Februari 2015. Surat juga disertai tembusan kepada Wakil Presiden, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan HAM.
"Pada dasarnya, kami menghargai besaran TKD seperti sekarang ini untuk menjamin kesejahteraan PNS DKI Jakarta. Namun, hal ini jangan sampai menimbulkan ketidakadilan akibat kesenjangan penghasilan dengan PNS di daerah lain," bunyi surat dari Yuddy tersebut.
Yuddy kemudian melanjutkan, besaran TKD yang dikeluarkan oleh DKI juga jangan sampai melebihi penghasilan yang dimiliki oleh kementerian atau lembaga yang berada di Ibu Kota. Yuddy menilai, jika diterapkan, TKD itu potensial menimbulkan dampak sosial di lingkungan PNS.
"Oleh karena itu, besaran pemberian TKD perlu dipertimbangkan kembali," tulis surat tersebut.
Lebih jauh, politisi dari Partai Hanura ini kemudian menekankan, hingga saat ini, belum dilakukan validasi terhadap kelas jabatan di lingkungan Pemprov DKI sesuai dengan Peraturan Menteri PAN/RB Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan serta Peraturan Menteri PAN/RB Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penetapan Kelas Jabatan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
"DKI segera lakukan validasi terhadap kelas jabatan tersebut," kata surat itu.
"Sistemnya 360 derajat, gampang kan. Jadi, dari laporan masyarakat, laporan anak buah, kemudian ke atasan mereka, dan mereka juga masing-masing harus mengisi kinerja setiap hari. Dari situ kami evaluasi," kata Basuki, di Balai Kota, Senin (2/2/2015).
Apabila pejabat itu tidak mengisi lembar kinerja harian, pejabat itu tidak akan mendapat TKD dinamis secara penuh.
Melalui penerapan TKD dinamis ini, Basuki mengklaim PNS DKI berlomba-lomba untuk bekerja dengan baik dan meraih nilai maksimal tunjangan. (Baca: Ini Cara PNS Jakarta Agar Dapat Gaji Tinggi)
Besaran gaji PNS DKI
Adapun besaran gaji PNS DKI yang jumlahnya fantastis itu sudah termasuk gaji pokok, tunjangan jabatan, TKD statis (kehadiran pegawai), TKD dinamis (tunjangan kinerja), dan tunjangan transportasi bagi para pejabat struktural seperti lurah atau kepala dinas.
Sementara itu, pejabat fungsional di masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hanya mendapatkan gaji pokok, tunjangan jabatan, TKD statis, dan TKD dinamis tanpa tunjangan transportasi.
Besaran take home pay pejabat struktural tahun ini, seperti lurah, ialah Rp 33.730.000, naik sekitar Rp 20 juta dari tahun lalu yang hanya Rp 13 juta, dengan rincian gaji pokok Rp 2.082.000, tunjangan jabatan Rp 1.480.000, TKD statis Rp 13.085.000, TKD dinamis Rp 13.085.000, dan tunjangan transportasi Rp 4.000.000.