Dengan jumlah tersebut, kata Pristono, tidak akan mungkin ada penggelembungan harga seperti yang dituduhkan selama ini. Menurut Pristono, pernyataan dari perusahaan-perusahaan itu telah disampaikan saat kesaksian dalam sidang dengan terdakwa mantan Sekretaris Dinas Perhubungan Drajat Adhyaksa di Pengadilan Tipikor, beberapa waktu lalu.
"Kalau memang ada uang kotor yang diterima, uang kotornya dari mana. Di pengadilan Djajad, pelaksana sudah mengatakan untungnya cuma 6,7 persen, semuanya di bawah 10 persen. Keuntungan normal kan 15 persen. Jadi bagaimana bisa mark-up?" ujar Pristono jelang pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/3/2015).
Atas dasar itu, Udar Pristono menduga jaksa tak memiliki cukup bukti untuk mendakwa dan melimpahkan kasus dugaan korupsi pengadaan bus yang disangkakan kepadanya ke pengadilan.
"Orang jadi tersangka itu kan ada dua alat bukti. Ditahan ada tiga alat bukti. Tolong tunjukkan. Saya sudah dipenjara, disita, tapi alat buktinya mana," ujar dia.
Sebelumnya, Udar mengaku tak merasa melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan bus transjakarta pada 2013. Hal itulah yang Udar akui ingin diperjuangkannya lewat pengajuan gugatan pra-peradilan.
Menurut Udar, sampai saat ini kejaksaan juga tidak bisa membuktikan ada aliran dana haram yang ia terima. Karena itu, ia menganggap penetapan status tersangka terhadap dirinya hanya didasarkan pada pengakuan salah satu perusahaan pemenang tender.
Pristono mengaku telah beberapa kali menanyakan perusahaan mana yang telah menyatakan pengakuan itu. Namun, kata dia, kejaksaan tak kunjung mau menjawab. Dia juga mengaku telah beberapa kali meminta dipertemukan dengan perusahaan yang bersangkutan, tetapi kejaksaan tidak pernah memberikan izin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.