Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negosiasi APTB dan Transjakarta Disebut seperti Tawar-menawar di Kaki Lima

Kompas.com - 07/05/2015, 20:34 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terjadinya kekisruhan seputar masa depan operasional layanan angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB) di jalur bus transjakarta dinilai merupakan dampak dari tak diterapkannya peraturan dalam penentuan besaran rupiah per kilometer. Sebab, bila mengacu pada peraturan, penentuan besaran rupiah per kilometer seharusnya dilakukan dengan sistem lelang, bukan negosiasi.

"Masalahnya ini kan terjadi ketidaksepahaman angka rupiah per kilometer saat negosiasi. Kalau menurut aturan, seharusnya angka rupiah per kilometer itu didapat dari hasil lelang, bukan negosiasi, kecuali kalau Pemprov sudah merevisi aturannya," ujar Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2015).

Yoga berujar, kalaupun penentuan besaran rupiah per kilometer harus dilakukan dengan cara negosiasi, seharusnya hal tersebut tidak dilakukan laiknya proses tawar-menawar di kaki lima.

Menurut Yoga, kedua pihak, dalam hal ini para operator APTB dan PT Transjakarta, seharusnya memaparkan alasan-alasan mereka lebih memilih besaran rupiah per kilometer yang mereka ajukan.

"Harus dibuka hitungan PT Transjakarta kenapa bisa Rp 15.000 dan operator Rp 18.000. Masing-masing sepakati struktur biayanya apa saja, apa saja komponen dan besaran yang diambil, dan mana yang di-drop. Jangan pakai cara nawar baju di kaki lima," ujar Yoga.

Dalam kisruh APTB sendiri, Yoga menilai, kedua pihak seperti tidak berniat mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah karena keduanya terkesan ngotot harus ada salah satu, di antaranya mereka yang mengalah.

"APTB ini kan telah beroperasi sekian tahun, si operator ya jelas posisinya merasa di atas angin karena mereka merasa sudah dibutuhkan oleh pengguna. Tapi, tiba-tiba diharuskan ganti sistem pembayaran. Menurut saya, yang ngalah seharusnya Pemprov DKI. Mereka mau enggak mau ya harus sedikit ngikutin maunya APTB," tutur Yoga.

Seperti diberitakan, jika tidak ada perubahan, terhitung mulai pekan depan layanan APTB dilarang masuk jalur transjakarta.

Pelarangan dilakukan akibat tak kunjung tercapainya kesepakatan mengenai besaran pembayaran tarif rupiah per kilometer antara operator APTB dan PT Transjakarta.

Sebab, operator APTB meminta pembayaran sebesar Rp 18.000, saat PT Transjakarta memberi penawaran antara Rp 14.000-Rp 15.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com