"Masalahnya ini kan terjadi ketidaksepahaman angka rupiah per kilometer saat negosiasi. Kalau menurut aturan, seharusnya angka rupiah per kilometer itu didapat dari hasil lelang, bukan negosiasi, kecuali kalau Pemprov sudah merevisi aturannya," ujar Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2015).
Yoga berujar, kalaupun penentuan besaran rupiah per kilometer harus dilakukan dengan cara negosiasi, seharusnya hal tersebut tidak dilakukan laiknya proses tawar-menawar di kaki lima.
Menurut Yoga, kedua pihak, dalam hal ini para operator APTB dan PT Transjakarta, seharusnya memaparkan alasan-alasan mereka lebih memilih besaran rupiah per kilometer yang mereka ajukan.
"Harus dibuka hitungan PT Transjakarta kenapa bisa Rp 15.000 dan operator Rp 18.000. Masing-masing sepakati struktur biayanya apa saja, apa saja komponen dan besaran yang diambil, dan mana yang di-drop. Jangan pakai cara nawar baju di kaki lima," ujar Yoga.
Dalam kisruh APTB sendiri, Yoga menilai, kedua pihak seperti tidak berniat mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah karena keduanya terkesan ngotot harus ada salah satu, di antaranya mereka yang mengalah.
"APTB ini kan telah beroperasi sekian tahun, si operator ya jelas posisinya merasa di atas angin karena mereka merasa sudah dibutuhkan oleh pengguna. Tapi, tiba-tiba diharuskan ganti sistem pembayaran. Menurut saya, yang ngalah seharusnya Pemprov DKI. Mereka mau enggak mau ya harus sedikit ngikutin maunya APTB," tutur Yoga.
Seperti diberitakan, jika tidak ada perubahan, terhitung mulai pekan depan layanan APTB dilarang masuk jalur transjakarta.
Pelarangan dilakukan akibat tak kunjung tercapainya kesepakatan mengenai besaran pembayaran tarif rupiah per kilometer antara operator APTB dan PT Transjakarta.
Sebab, operator APTB meminta pembayaran sebesar Rp 18.000, saat PT Transjakarta memberi penawaran antara Rp 14.000-Rp 15.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.