Dia berencana memanggil beberapa profesional yang ahli dalam bidang hukum untuk duduk bersama dan membahas permasalahan ini.
"Kami mau duduk bersama hari ini. Rencananya memanggil mantan orang-orang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), polisi, asosiasi notaris, pemilik lahan, dan Kejagung," kata Basuki, di Balai Kota, Jumat (10/7/2015).
"Kami memberitahu bahwa BPK enggak pantas audit seperti ini, tendensius sekali. BPK auditnya jangan prosedural saja deh, substansial dong. Ini yang saya kritik," ujarnya lagi.
Basuki menjelaskan, ia ingin membangun rumah sakit kanker di RS Sumber Waras karena pengelola rumah sakit telah sepakat menjual lahannya dengan harga NJOP (nilai jual objek pajak).
Menurut dia, hal itu adalah sesuatu yang langka, ada pemilik lahan seluas 6 hektar di tengah kota dan bersedia menjual lahannya sesuai NJOP. Namun, akibat temuan BPK ini, Basuki membatalkan rencana pembangunan RS khusus kanker tersebut.
Basuki menjelaskan, di dalam laporan BPK, mereka merekomendasikan DKI lebih baik tidak membeli lahan karena sudah memiliki banyak lahan.
"Urusan apa BPK? Siapa bilang DKI tanahnya banyak? Buat bikin taman saja baru 8,5 persen yang terpenuhi, sementara kami diwajibkan punya 30 persen ruang terbuka hijau."
"Kami juga butuh banyak bangun rusun untuk relokasi orang gusuran pinggir sungai. Jadi sejak kapan DKI tanahnya banyak? BPK ini cari-cari pembenaran saja," kata Basuki.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada tahun lalu membeli lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat, seluas 6,9 hektare senilai Rp 1,5 triliun. Harga lahan tersebut NJOP.
Lahan tersebut rancananya akan dibangun menjadi rumah sakit khusus penanganan kanker yang standarnya sama dengan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.