Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi: Batas Kecepatan Kendaraan Diatur UU Lalu Lintas

Kompas.com - 12/08/2015, 12:45 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian menyatakan aturan batas kecepatan kendaraan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di dalamnya disebut batas kecepatan ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, perkotaan, jalan antarkota, dan bebas hambatan.

"Kalau aturan memang sudah baku ya, di dalam kota 60 kilometer per jam. Kemudian di antarkota 80 kilometer per jam, di jalan tol 100 kilometer per jam. Itu sudah diatur Undang-undang lalu lintas," kata Kepala Subdirektorat Pendidikan dan Rekayasa Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ipung Purnomo saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Rabu (12/8/2015).

Dalam ayat 4 pasal 21 UU Lalu Lintas disebut batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.

Sementara itu, ayat 5 menyebut "ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan diatur dengan peraturan pemerintah". [Baca: Kemenhub Akan Berlakukan Pembatasan Kecepatan 6 Bulan ke Depan]

Belakangan, pemerintah lewat Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kendaraan pada 29 Juli 2015 lalu. Peraturan tersebut merupakan implementasi dari Inpres Nomor 4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan.

Dalam Permen tersebut ditetapkan kecepatan paling rendah yakni 60 kilometer per jam dalam kondisi arus bebas, dan paling tinggi 100 kilometer per jam untuk jalan bebas hambatan atau jalan tol.

Kemudian kecepatan paling tinggi 80 kilometer per jam untuk jalan antarkota. Sementara itu untuk kawasan perkotaan kecepatan paling tinggi yakni 50 kilometer per jam. Sedangkan di kawasan permukiman yakni 30 kilometer per jam. "Tinggal kolaborasi. Enggak ada masalah. Peraturan menteri sama kayak kita," kata Ipung.

Keterbatasan pengawasan

Sampai saat ini polisi belum memiliki cara jitu untuk pengawasan penerapan aturan tersebut. "Kalau kita mengawasi secara detil sulit ya. Karena polisi tidak pada semua di tempat," kata Ipung.

Saat ini, Ipung menyebut polisi memiliki alat yang dapat mengukur kecepatan secara sepat. Alat tersebut biasa disebut dengan speed gun. "Jadi kayak model tembakan gitu. Mengetes kecepatan mobil. Nanti ada rekapan per hari dan per jam berapa. Kecepatan berapa, akan tahu," kata Ipung.

Namun alat tersebut belum sepenuhnya digunakan karena keterbatasan judan sosialiasi mengenai alat pengukur kecepatan kendaraan yang biasa digunakan di kawasan rawan kecelakaan.

"Alat ini belum disosialisasikan secara menyeluruh. Tidak kita gunakan karena keterbatasan juga," kata Ipung.

Sementara itu, untuk penegakkan hukumnya, Ipung menyebut hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang lalu lintas. Salah satunya akan dikenakan ancaman dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com