Pertama, kata dia, kawasan yang bangunannya berubah fungsi di Jakarta Selatan sudah terlalu banyak. Seiring dengan perkembangan dunia usaha, banyak keluarga yang membuka usaha di rumahnya sendiri.
"Tempat permukiman (menjadi tempat usaha) karena perkembangan zaman, perkembangan dunia usaha. Tetapi kita juga harus harus mengakomodir mereka, karena itu kesempatan-kesempatan yang mendatangkan duit," kata Tri di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Jumat (14/8/2015). (Baca: Wali Kota Jaksel Ingin Legalkan Kawasan yang Alami Perubahan Fungsi)
Alasan kedua yakni selama ini permukiman yang dijadikan tempat usaha tidak membayar retribusi kepada pemerintah. Sehingga, ketika dilegalkan, izinnya berubah menjadi tempat usaha.
Setelah izinnya berubah, maka pemilik tempat usaha itu harus membayar retribusi kepada pemerintah. Artinya, legalisasi tempat permukiman yang dijadikan tempat usaha akan menambah pendapatan asli daerah.
"Nanti dibikinin izin, harus itu. Nanti akan kena pajak. Kalau mau tetap di situ, peruntukannya diubah. Nanti pajaknya kita kenain," ujar Tri.
Saat ini, lanjut dia, karena belum berizin, maka terkadang retribusi justru ditarik secara liar oleh oknum-oknum. Sehingga, legalisasi juga berarti memperbaiki izin dari tempat-tempat usaha yang sudah telanjur berdiri itu.
"Sekarang mereka kasihan enggak ada izinnya, jadi mungkin dipalak sama oknum-oknum. Itu yang enggak kita pengen. Pemda enggak dapat apa-apa, malah larinya ke oknum-oknum," kata Tri.
Nantinya, ujar dia, tidak semua rumah di kawasan tertentu dilegalkan sebagai tempat usaha, tetapi akan dibatasi.
Sebagai informasi, saat pelantikan Tri, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sempat menyoroti banyaknya penyalahgunaan peruntukan bangunan di Jakarta Selatan.
Basuki menyebut penyalahgunaan peruntukan bangunan merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh Tri.
"Saya perhatikan di Jakarta Selatan itu banyak sekali rumah-rumah yang peruntukannya berubah, dan dimanfaatkan untuk usaha salon, spa, restoran dan lain-lain. Tolong diperiksa lagi izinnya dan ditindak," kata pria yang disapa Ahok itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.