Hal itu dilakukan jika sampai batas waktu yang telah ditentukan, pengelola, dalam hal ini PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia, tak mampu memenuhi kewajibannya sesuai MoU awal.
Dalam nota kesepahaman itu, disebutkan pengelola membangun beberapa fasilitas teknologi pengelolaan sampah, salah satunya gasifikasi.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Aji mengatakan, rencana swakelola itu akan dilakukan bila pengelola saat ini tak mampu memenuhi kewajiban hingga surat peringatan (SP) III.
"Arahan Pak Gubernur, jika sampai SP III tak dipenuhi, kita akan ambil alih dan putus kontrak," kata Isnawa di Kantor Dinas Kebersihan di Jakarta Timur, Jumat (30/10/2015).
Menurut Isnawa, batas waktu yang diberikan kepada pengelola sampai dikeluarkannya SP III ialah 105 hari.
Melalui SP I, ia berharap "teguran" ini mendapat respons baik dari pengelola TPA Bantargebang.
Pihaknya berharap, tenggat waktu selama 105 hari yang diberikan tidak dianggap "kejam".
Sebab, lanjut dia, pengelola sebenarnya sudah harus memenuhi kewajibannya membangun fasilitas teknologi gasifikasi itu sejak 2011 lalu.
Namun, sampai saat ini, fasilitas itu belum dibangun.
Bila fasilitas teknologi itu terbangun, seharusnya pengelola dapat mengubah sampah menjadi energi listrik yang direncanakan dapat menghasilkan daya 26 megawatt.
Namun, yang baru dihasilkan hanya 2 megawatt dari fasilitas landfill.
"Kalau dia bangun itu, dia bisa menjual listriknya seperti PLN. Tetapi, dia hanya mengandalkan tipping fee," ujar Isnawa.
Padahal, Pemprov DKI telah menanamkan investasi Rp 699 miliar lebih untuk membangun teknologi tersebut.
Selain itu, Pemprov DKI telah menyerahkan tipping fee yang sejak 2008 sampai 2015 diberikan ke pengelola mencapai hampir Rp 1,2 triliun.