Tito mengaku tidak tahu apakah benar anggotanya memerintahkan jurnalis tersebut untuk menghapus rekaman liputannya. (Baca: AJI: Ada Dua Wartawan Asing yang Ikut Dipukul Polisi Saat Demo AMP)
"Saya belum tahu kalau tentang penghapusan rekamannya, itu kan kata yang bersangkutan. Nanti akan kami printahkan untuk melakukan penyelidikan," kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Rabu (2/12/2015).
Dua jurnalis asing itu adalah Archicco Guilliano dari ABC dan Stephanie Vaessen dari Al Jazeera.
"Baca untuk semua wartawan semuanya, pasal 218 KUHP di situ disebutkan barang siapa yang berkerumun lalu diperintahkan oleh pejabat yang berwenang tiga kali untuk membubarkan diri tetapi tidak membubarkan diri, dapat dikenakan pidana empat bulan dua minggu," ujar Tito.
Dari laporan yang didapat anggotanya di lapangan kemarin, banyak kerumunan ilegal dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Massa AMP berunjuk rasa dinilainya tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Di kerumunan tersebut bisa saja ada demonstran, tukang asongan, yang mengaku lawyer, bisa wartawan, itu termasuk bagian kerumunan," kata Tito.
Ketika melakukan pengamanan, menurut dia, polisi tidak dapat membedakan antara yang wartawan dengan yang bukan. Anggotanya hanya paham di sana ada kerumunan ilegal.
Atas dasar itu, Tito meminta jurnalis untuk bisa mengambil gambar dengan baik tanpa harus melanggar undang-undang. (Baca: Bentrokan di Bundaran HI, Polisi Tembakkan Gas Air Mata)
"Sekarang kan udah ada yang canggih dengan jarak 100 meter. Men-zoom wajah dan lain-lain, ya begitu caranya," kata Tito.