Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Belajar Melepas Kebebasan Jalanan

Kompas.com - 13/04/2016, 19:00 WIB


DI tengah maraknya kasus eksploitasi anak di Jakarta, sebagian anak jalanan berusaha mengubah nasib dengan belajar disiplin dan kembali ke bangku sekolah. Meski demikian, tidak mudah bagi mereka belajar disiplin dengan aturan panti sosial asuhan anak. Sebagian dari mereka yang tidak betah pun kabur dan kembali hidup di jalan.

Cahaya di luar masih gelap karena matahari belum sepenuhnya terbit, Rabu (6/4/2016). Namun, 120 anak Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 4 Cengkareng, Jakarta, sudah bangun dan bergegas. Setelah shalat subuh, mereka bekerja bakti merapikan tempat tidur, menyapu, mengepel, dan mengelap kaca jendela. Rutinitas itu dilakukan sebelum mandi, sarapan, dan ke sekolah.

Sarapan disediakan di dapur dan diletakkan di wadah besi dan plastik yang biasa disebut omprengan. Pagi itu, mereka sarapan dengan menu nasi, sayur labu berkuah santan kuning, dan kerupuk. Setelah sarapan selesai, mereka juga diwajibkan mencuci peralatan makan dan minum. Peralatan makan dan minum lalu disimpan di kamar masing-masing dan mereka berangkat ke sekolah. Sebelum berangkat, tak lupa mereka mencium tangan para pengasuh.

Berbeda dengan teman-teman yang pergi ke sekolah, anak-anak di ruangan adaptasi sarapan bersama-sama di sebuah meja kotak panjang. Mereka adalah anak yang baru saja masuk ke panti. Sebagian besar terkena razia saat mengamen, mengemis, ataupun menjadi joki 3 in 1.

Seusai makan pagi, mereka bekerja sesuai dengan jatah piket. Berbekal selang air dan sikat toilet panjang, Juan (16) cekatan membersihkan kerak yang melekat di lantai toilet. Ia juga mengepel koridor di sepanjang ruangan adaptasi. Pekerjaan itu diselesaikannya sendiri.

"Saya sudah sekitar dua bulan di sini. Ketangkep pas ngamen di Pasar Senen sama sesama anak jalanan," ujarnya.

Juan sudah lama putus sekolah. Ia dikeluarkan dari sekolah karena berkelahi dengan teman sekelas. Di rumah, ia merasa tidak nyaman karena tinggal bersama ibu tiri. Ibu kandungnya bekerja di Taiwan dan sudah lama tidak pulang. Ia pun memutuskan bergabung dengan anak jalanan dan mengamen. Ia juga pernah menjadi pocong untuk menghibur pengunjung di Kota Tua. Sebelumnya, Juan bekerja sebagai anak buah kapal nelayan. Meski berat, dia bangga karena mendapatkan uang untuk hidupnya, bahkan sebagian diberikan kepada ayahnya.

"Sekarang, di sini, saya kepingin sekolah kejar paket B. Nanti, saya, kan, kepingin menikah dan punya anak, he-he-he," ujar Juan terkekeh.

Irham (15) juga mengatakan, ia keluar dari rumah karena tak betah dengan didikan orangtuanya yang keras. Irham gemar memainkan permainan dari konsol gim hingga suatu saat dia mencuri uang orangtuanya.

Orangtua yang kalap memarahi dan melakukan kekerasan fisik sehingga Irham trauma. Ia tergiur ajakan teman-temannya yang lebih dulu hidup di jalan. Ia lalu mengamen di Pasar Senen dan sehari-hari menginap di pinggir jalan atau warnet. Ia pun pernah memakai sabu dan ganja, yang dikenalnya dari teman-teman. Untuk membeli barang itu, mereka patungan. "Kalau pakai (narkoba) buat ngamen enjoy," kenangnya.

Tidak betah di rumah

Muhammad Rahman (40), pengasuh anak di ruang adaptasi, mengatakan, rata-rata anak turun ke jalan dipicu oleh orangtua yang bercerai, masalah ekonomi, kekerasan verbal dan fisik, ataupun pemaksaan kehendak dari orangtua.

"Sebagian besar yang masuk ke sini adalah anak jalanan. Ada juga anak yang dititipkan orangtuanya karena kemampuan ekonomi rendah."

Di jalanan, anak-anak bisa bertahan, tetapi mengalami masa yang sulit. Mereka bahkan mengenal obat-obatan terlarang dan narkoba. Mereka juga rentan jadi korban pelecehan seksual. Ada 12 dari 47 orang yang mengalami pelecehan seksual (sodomi). Salah satu anak bahkan mengaku dibayar Rp 15.000 oleh petugas toilet di terminal setelah disodomi.

Kepala PSAA Putra Utama 4 Cengkareng Dikki Syarfin mengatakan, mengembalikan pikiran anak jalanan supaya mau sekolah dan disiplin merupakan pekerjaan terberat yang perlu waktu bertahun-tahun. Namun, beberapa siswa yang pernah dididik di panti ada yang bekerja di perusahaan swasta dan menjadi anggota Brimob.

(KOMPAS/Dian Dewi Purnamasari)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 April 2016, di halaman 27 dengan judul "Mereka Belajar Melepas Kebebasan Jalanan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com