Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja Pembunuh EF di Tangerang Dipastikan Bebas dari Hukuman Mati

Kompas.com - 07/06/2016, 17:10 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com — Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Edyward Kaban menjelaskan, pasal yang didakwa untuk RA (16), siswa SMP pembunuh karyawati EF (19), adalah pasal berlapis dengan pasal primer Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Namun, karena RA masih di bawah umur, ada pertimbangan lain yang memungkinkan RA bisa mendapatkan keringanan dari tuntutan jaksa.

"Pasal yang didakwakan, primer Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan. Ancamannya hukuman mati. Dalam sistem pengadilan anak, hanya dapat setengah dari ancaman hukuman orang dewasa," kata Edyward kepada Kompas.com, Selasa (7/6/2016).

Setengah hukuman orang dewasa dari dakwaan yang disebutkan Edyward bisa diartikan ke beberapa kondisi. Jika RA dalam persidangan terbukti memenuhi unsur pidana dengan ancaman hukuman mati atau hukuman seumur hidup, maka hukuman yang dikenakan kepada RA maksimal adalah penjara selama sepuluh tahun.

Hitungan hukuman penjara selama sepuluh tahun ini didasari pengecualian yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

"Kalau terbukti dan divonis hukuman mati atau hukuman seumur hidup, maka yang dikenakan adalah setengahnya, yakni hukuman penjara sepuluh tahun. Di undang-undang tertera seperti itu. Jadi, dipastikan, terdakwa tidak dihukum mati, meski dia terbukti dalam persidangan," tutur Edyward.

Terkait dengan tuntutan sebagian besar warga yang menginginkan RA turut dihukum mati, Edyward menjelaskan, porsi penegak hukum harus dilakukan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. (Baca: "Masyarakat Saja Ingin Dia Dihukum Mati, Bagaimana Saya yang Bapaknya")

Berbeda

Berbeda dengan dua rekan RA yang juga dinyatakan sebagai pembunuh EF, yakni Rahmat Arifin (24) dan Imam Hapriadi (24), mereka akan menjalani proses peradilan untuk orang dewasa.

Dengan begitu, kedua orang ini bisa dikenakan hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Adapun berkas perkara Rahmat dan Imam masih dilengkapi oleh penyidik Polda Metro Jaya dan belum dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang untuk disidangkan. Sidang perdana RA telah digelar pada siang tadi.

Dalam sidang tersebut, agendanya adalah pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi-saksi. Sidang akan dilanjutkan besok dengan agenda pemeriksaan saksi, termasuk dua saksi mahkota yang adalah Rahmat dan Imam, teman RA yang sama-sama membunuh EF di sebuah mes karyawan PT Polyta Global Mandiri, Kosambi, Kabupaten Tangerang, 12 Mei 2016 lalu. (Baca: Kisah EF, Primadona yang Dibunuh secara Sadis oleh Para Pemburu Cintanya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com