JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pencabulan yang menimpa anak di bawah umur kembali terjadi di Jakarta. Kali ini korbannya, AN, masih berumur 12 tahun dan duduk dibangku kelas 6 SD.
Pencabulan dilakukan Syaifullah alias Ipul yang berumur 21 tahun. Awalnya, Ipul dan AN menjalin hubungan asmara. Keduanya kenal lewat media sosial, lalu berpacaran.
Pria yang berprofesi sebagai pengamen itu meminta AN untuk bertemu dirinya di Taman Persegi, Kebon, Bawang, Jakarta Utara. AN kemudian diajak untuk mengamen selama dua hari di daerah Plumpang, Jakarta Utara.
Sepulang mengamen, Ipul mengajak AN ke kolong Tol Pelita, Tanjung Priok. Di situlah Ipul mencabuli AN.
Wakil Kepala Polsek Tanjung Priok, AKP Supardji menuturkan, kasus pencabulan itu terbongkar setelah orangtua AN gelisah lantaran anaknya tidak pulang dua hari. Orangtua AN melaporkan anaknya yang hilang ke polisi.
Setelah dilakukan pencarian, AN ditemukan bersama Ipul di Kolong Tol Pelita. Perilaku bejat Ipul terbongkar setelah AN memberi tahu orangtuanya apa yang telah terjadi.
Tidak terima anaknya diperlakukan demikian, orangtua AN pun langsung membawa Ipul yang saat itu bersama anaknya ke polisi. Setelah diperiksa penyidik, Ipul mengakui tindakannya.
Polisi langsung menetapkan Ipul sebagai tersangka pencabulan terhadap anak.
"Kami menangkap tersangka pencabulan atas nama Syaifullah alias Ipul. Pencabulan dilakukan pada anak umur 12 tahun," kata Supardji di Mapolsek Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (7/6/2016).
Meski perilaku cabul itu dilakukan atas dasar suka sama suka, Supardji menegaskan tetap memproses sesuai dengan hukum. Pasalnya orangtua AN membuat laporan dan unsur pidana terpenuhi dalam kasus pencabulan oleh Ipul.
Terkait peristiwa pencabulan tersebut, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai, adanya kelemahan orangtua dalam pengawasan terhadap AN. Orangtua punya peran penting dalam penanaman nilai-nilai untuk pencegahan terjadinya kejahatan seksual.
Orangtua harus memberikan pemahaman pada anak-anak bahwa dunia media sosial bukanlah dunia sebenarnya. "Memberikan pegertian bahwa media sosial dan dunia maya buka dunia nyata. Harus ada pendampingan dan berikan arahan serta pengertian," kata Arist.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.