JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komns PA) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menelusuri peredaran vaksin palsu. Penelusuran vaksin palsu itu diminta dilakukan mulai dari apotek, klinik, rumah sakit, hingga ke distributornya.
"Meminta balai besar POM pusat dan daerah untuk segera menelusuri vaksin palsu dan menariknya," kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, dalam jumpa pers di kantor Komnas PA, Jakarta Timur, Selasa (28/6/2016).
Arist meminta pemerintah serius menanggapi kasus peredaran vaksin palsu tersebut. Sebab menurutnya, kasus vaksin palsu ini sudah meresahkan masyarakat.
"Vaksin palsu dapat membahayakan nyawa penerimanya. Risiko dari pembuatan vaksin palsu yang tidak mengikuti standar bisa berdampak luar biasa pada kelangsungan hidup bayi," ujar Arist.
Arist meminta lembaga dan kementerian terkait segera menangani masalah ini. Ia khawatir kasus vaksin palsu bisa menyebabkan orangtua menolak memberikan vaksin kepada anak-anaknya.
Pada tahun 2013, kata Arist, Komnas PA pernah mendapat pengaduan kelompok masyarakat yang menolak pemberian vaksin untuk anak-anaknya.
"Tahun 2013 kami pernah menerima pengaduan sekelompok masyarakat yang menolak pemberian vaksin untuk anak-anak karena merasa khawatir berdampak pada kesehatan anak. Kalau kasus vaksin palsu tidak direspons cepat, maka bukan tidak mungkin membangkitkan penolakan masyarakat," ujar Arist.
Adapun terungkapnya kasus vaksin palsu berawal dari fakta di lapangan tentang banyaknya anak yang kondisi kesehatannya terganggu setelah diberi vaksin. Selain itu, ada pula laporan pengiriman vaksin balita di beberapa puskesmas yang mencurigakan.
Bareskrim Polri pun menelusuri kejanggalan tersebut kemudian menangkap produsen vaksin yang tidak memiliki izin. Dari hasil penangkapan, diketahui ada tiga pabrik pembuat vaksin palsu, yakni di Bintaro, Bekasi Timur, dan Kemang Regency.