JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur DKI yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anies Baswedan menemui relawannya di Rumah Djoeang di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (29/10/2016).
Pada kesempatan itu, salah satu relawan Anies yang mengaku asal Rusun Klender, Jakarta Timur bertanya bagaimana Anies melakukan pencegahan terhadap korupsi. Pasalnya, sang relawan menilai hal itu tidak tercantum eksplisit di visi dan misi pasangan nomor tiga tersebut.
Menanggapi hal itu, Anies menyebut membereskan korupsi tidak cukup hanya mengobati gejalanya saja. Sebab, lanjut Anies, ada kebiasaan pencegahan korupsi di negara ini seperti itu.
"Membereskan korupsi enggak cukup mengobati gejalanya. Kadang kita senang mengobati gejalanya. Tapi yang penting memperbaiki masalah utamanya, sistemnya," kata Anies, di lokasi, Sabtu (29/10/2016).
Anies mencontohkan, urusan transaksi di birokrasi ke depannya tidak boleh secara tunai, tetapi harus diubah menggunakan sistem elektronik seperti e-purchasing, e-commerce, dan lainnya.
"Sebisa mungkin tidak ada cash transaction," ujar Anies.
Selain itu, Anies menilai perlu adanya tata kelola pemerintahan yang benar. Dirinya menyinggung masalah pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR). Dana CSR yang masuk, kata Anies, penggunaannya yang tepat mesti melalui APBD, bukan langsung digunakan untuk kegiatan.
"Kalau langsung kita enggak pernah tahu (sesuai atau tidak)," ujar Anies. (Baca: Ahok: Aku Bingung kalau Ada yang Keberatan Pemprov DKI Dapat CSR)
Terakhir, harus mampu mendapatkan penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Anies menyinggung penyerapan anggaran di DKI hanya mencapi 68 persen tahun 2015.
"Perencanaan 100 persen tapi yang terlaksana 68 persen. Sepertiga enggak terlaksana. Dimana keberhasilan seorang gubernur, tunjukan, kita ingin ganti dengan yang efektif," ujar Anies.