Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Penghadangan Djarot di Kembangan Dinilai Dipaksakan

Kompas.com - 20/12/2016, 14:47 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Abdul Haris, kuasa hukum terdakwa kasus penghadangan kampanye calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, Naman Sanip (52), menilai kasus yang dihadapi kliennya ini terlalu dipaksakan.

"Saya melihat ada unsur memaksakan, bahwa peristiwa yang dialami oleh Pak Ustaz (Naman) ini adalah dipaksakan oleh pihak tim sukses Djarot, dan mungkin juga dengan Bawaslu, untuk menggiring supaya kasus ini menjadi kasus pidana," kata Abdul kepada pewarta usai sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (20/12/2016).

(Baca: Kuasa Hukum Sebut Naman Pertanyakan Alasan Dirinya Jadi Terdakwa Penghadangan)

Abdul mengaku telah menyampaikan pandangan ini di hadapan majelis hakim pada sidang sebelum-sebelumnya. Dia turut menyinggung kasus penghadangan kampanye di tempat lain yang dinilai lebih parah dari apa yang diperbuat Naman di Kembangan Utara.

"Saya sangat miris ya. Kalau kita jujur, banyak penghadangan-penghadangan Djarot dan Ahok (sapaan Basuki) yang lebih parah dari yang dilakukan Pak Ustaz. Yang di Rawabelong, Ahok sampai terbirit-birit lari ke angkot. Di Tanah Abang, Djarot sampai membatalkan kampanyenya. Kalau kasus Pak Ustaz ini enggak, Djarot sudah kampanye, lalu ketemu dengan rombongannya Pak Ustaz," tutur Abdul.

Pada hari kejadian, Abdul menjelaskan, Naman berpapasan dengan rombongan Djarot yang hendak menuju ke parkiran mobil untuk pindah ke tempat kampanye selanjutnya. Melihat ada keramaian, Djarot menghampiri rombongan Naman lalu menanyakan siapa pimpinan massa tersebut.

"Sehingga bagi kami, ini tidak ada unsur menghalangi, mengacaukan, atau niat untuk membatalkan kampanye Djarot. Yang ingin dilakukan Pak Ustaz dengan anak-anak itu adalah menolak Ahok atas ucapannya yang diduga menodai agama, itu saja," ujar Abdul.

Adapun jaksa penuntut umum dalam sidang mengadili Naman di Pengadilan Negeri Jakarta Barat menuntut Naman hukuman tiga bulan penjara dan enam bulan masa percobaan, sesuai dengan Pasal 187 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Kompas TV Inilah Sanksi Bagi Penghadang Kampanye
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cegah Prostitusi, 3 Posko Keamanan Dibangun di Sekitar RTH Tubagus Angke

Cegah Prostitusi, 3 Posko Keamanan Dibangun di Sekitar RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Kasus Berujung Damai, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya di Warteg Dibebaskan

Kasus Berujung Damai, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya di Warteg Dibebaskan

Megapolitan
Kelabui Polisi, Pria yang Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang Sempat Cukur Rambut

Kelabui Polisi, Pria yang Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang Sempat Cukur Rambut

Megapolitan
Menanti Keberhasilan Pemprov DKI Atasi RTH Tubagus Angke dari Praktik Prostitusi

Menanti Keberhasilan Pemprov DKI Atasi RTH Tubagus Angke dari Praktik Prostitusi

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pastikan Beri Pelayanan Khusus bagi Calon Jemaah Haji Lansia

Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pastikan Beri Pelayanan Khusus bagi Calon Jemaah Haji Lansia

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta Siapkan Gedung Setara Hotel Bintang 3 untuk Calon Jemaah

Asrama Haji Embarkasi Jakarta Siapkan Gedung Setara Hotel Bintang 3 untuk Calon Jemaah

Megapolitan
Polisi Selidiki Dugaan Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Saat Sedang Ibadah

Polisi Selidiki Dugaan Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Saat Sedang Ibadah

Megapolitan
Mahasiswa di Tangsel Diduga Dikeroyok Saat Beribadah, Korban Disebut Luka dan Trauma

Mahasiswa di Tangsel Diduga Dikeroyok Saat Beribadah, Korban Disebut Luka dan Trauma

Megapolitan
Kasus Kekerasan di STIP Terulang, Pengamat: Ada Sistem Pengawasan yang Lemah

Kasus Kekerasan di STIP Terulang, Pengamat: Ada Sistem Pengawasan yang Lemah

Megapolitan
Kasus Penganiayaan Putu Satria oleh Senior, STIP Masih Bungkam

Kasus Penganiayaan Putu Satria oleh Senior, STIP Masih Bungkam

Megapolitan
Beredar Video Sekelompok Mahasiswa di Tangsel yang Sedang Beribadah Diduga Dianiaya Warga

Beredar Video Sekelompok Mahasiswa di Tangsel yang Sedang Beribadah Diduga Dianiaya Warga

Megapolitan
Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Megapolitan
Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Megapolitan
Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Megapolitan
Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com