Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bau Rupiah di Kali Adem

Kompas.com - 04/01/2017, 18:00 WIB

Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, menjadi primadona bagi wisatawan yang ingin berlibur ke Kepulauan Seribu. Dengan ribuan pengunjung dan puluhan pemberangkatan, pelabuhan ini mendatangkan banyak rupiah, baik resmi maupun tidak resmi.

Bau amis dan laut berpadu di Pelabuhan Muara Angke, siang itu. Akan tetapi, bagi awak Kapal Motor Garuda Express, perpaduan itu tidak menghalangi untuk bekerja. Satu anak buah kapal menyelam di bagian belakang kapal, memasang tali ke bagian kipas. Awak lainnya menarik tali untuk disisipkan ke bagian bawah kapal. Kapal itu mengalami sedikit kerusakan pada bagian kipas sehingga harus diperbaiki.

Kapal seberat 109 gros ton (GT) itu telah dua hari berada di Pelabuhan Kali Adem. "Kalau dua hari, bayar biaya tambat labuh setiap hari. Sehari Rp 1.500 per GT. Hari kedua, kami dikenai Rp 500 per GT," kata Zakaria (52), nakhoda kapal tujuan Pulau Harapan tersebut. Biaya yang harus dibayar pengelola kapal selama dua hari terakhir Rp 163.500

Biaya tambat labuh adalah biaya yang dikenakan kepada setiap kapal yang berlabuh di Pelabuhan Kali Adem. Dalam satu hari, sedikitnya ada empat kapal ojek yang berlabuh di pelabuhan ini.

Pada akhir pekan, 30 kapal bisa datang untuk mengangkut wisatawan. Jika dalam satu minggu dirata-ratakan, ada 50 kapal yang berlabuh, setidaknya ada Rp 8.175.000 dalam per minggu pemasukan untuk daerah. Dalam setahun, mencapai Rp 400 juta.

Biaya resmi

Kepala UPK Pelabuhan Kali Adem Mulyadi menuturkan, biaya tambat labuh itu diatur sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Retribusi Daerah. Karena itu, setiap kapal wajib membayar biaya sesuai aturan. Biaya tambat labuh itu masuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP) DKI Jakarta.

"Namun, tidak semua bayar. Ada yang berangkat duluan sebelum membayar. Untuk total nilainya ada di dinas," kata Mulyadi.

Selain biaya tambat labuh, juga ada biaya peron yang dikenakan kepada setiap penumpang. Satu penumpang dikenai Rp 2.000. Dengan rata-rata penumpang 30.000 orang dalam sebulan, jumlah dari biaya peron adalah Rp 60 juta. Dalam setahun, nilainya mencapai Rp 720 juta.

"Untuk total semua ada di dinas. Pungutan kami semua resmi, diatur dengan payung hukum," lanjut Mulyadi.

Jumlah uang yang beredar di Kali Adem cukup besar untuk kelas pelabuhan kecil. Untuk tiket saja, dipatok Rp 45.000 hingga Rp 55.000 tergantung tujuan penumpang. Tentu merupakan nilai yang besar.

Zakaria menambahkan, untuk satu tiket tersebut, akan dipotong Rp 5.000 oleh pengelola, dalam hal ini di bawah pengelolaan PT Samudra Sumber Artha. "Potongan itu akan dikembalikan Rp 1.000 untuk nakhoda, selebihnya untuk asuransi dan lainnya."

Pengeluaran lain

Bukan hanya biaya-biaya ini yang harus dikeluarkan sebelum kapal berangkat, melainkan juga biaya tambahan lain, khususnya untuk pengelola kapal.

Seorang nakhoda kapal menceritakan, sebelum kapal berangkat, perlu surat persetujuan berlayar (SPB). Surat ini diurus di Kantor Kesyahbandaran dan Operasional Pelabuhan (KSOP) Muara Angke yang berada di lantai 2 gedung utama Pelabuhan Kali Adem.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com