JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, hampir setiap tahun public service obligation (PSO) untuk PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) tak diberikan secara penuh oleh Pemprov DKI.
Menurut Sigit, hal itu terjadi karena PT Transjakarta tak memenuhi sejumlah penilaian standar prosedur dan mekanisme (SPM) yang harus dilalui PT Transjakarta sebagai syarat mendapatkan PSO. Pada tahun 2016, PT Transjakarta menerima PSO sebesar Rp 1,2 triliun.
(Baca juga: Tahun 2016, Bus Transjakarta Tercatat Terlibat 783 Kecelakaan)
Meski tak menyebut secara rinci alasan PSO yang didapat PT Transjakarta tak pernah diberikan secara penuh, Sigit mengatakan bahwa faktor kondisi bus hingga perilaku sopir bus merupakan dua faktor yang kerap menjadi poin penilaian.
"Kami evaluasi terhadap SPM, setiap tahun PSO tidak pernah diberikan 100 persen pasti ada pengurangan-pengurangan. Faktor pengurangan banyak, sederhananya kayak suhu udara di dalam bus, fisik busnya juga kualitas busnya juga prilaku pengemudinya juga," ujar Sigit saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/1/2017).
Sigit menambahkan, untuk penilaian, Dishub DKI Jakarta juga melalukan pemeriksaan terhadap perilaku para sopir.
(Baca juga: Bus Transjakarta yang Menabrak Seorang Pria Dekat Massa FPI Sempat Digedor-gedor Massa)
Dishub DKI Jakarta, kata dia, pernah membekukan izin operator Damri karena sopir kedapatan memainkan ponsel saat berkendara. Hal itu menyebabkan kecelakaan yang cukup fatal.
"Damri pernah dibekukan operatornya, tetapi Transjakarta ada yang dikelola Transjakarta ada yang bekerja sama dengan operator. Tidak sedikit pengemudi Transjakarta yang diberhentikan," ujar Sigit.