JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yunahar Ilyas, mengaku tidak ikut merumuskan pendapat keagamaan terkait pidato dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Dalam pidato tersebut, Basuki mengutip surat Al Maidah yang kemudian pengutipan ini menjadikannya sebagai terdakwa penodaan agama.
(Baca juga: Waketum MUI: Kalau Diterjemahkan Teman Setia Jauh Lebih Berat)
Menurut Yunahar, saat diskusi mengenai pendapat keagamaan tersebut, ia sedang berada di luar kota.
"Secara kelembagaan saya ikut bertanggung jawab, tetapi secara pribadi, kebetulan dalam diskusi itu saya tidak hadir," ujar Yunahar seusai bersaksi di Audiotorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2017).
Yunahar menyampaikan, tugas wakil ketua umum MUI adalah mewakili Ketua Umum MUI Ma'aruf Amin apabila berhalangan hadir pada suatu acara.
Ia mengaku tidak ikut memberi pendapat keagamaan terkait pidato Ahok di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu.
"Karena tidak datang ya tidak dimintai pendapat. Ya kalau ngomong-ngomong, bicara-bicara ya tentu ikut. Final membuat pernyataan kebetulan saya berhalangan lagi di Yogja," ucap dia.
(Baca juga: Ahli Agama Sebut Derajat Antara Pendapat Keagamaan dan Fatwa MUI Sama)
Meski menjabat sebagai Wakil Ketua Umum MUI, Yunahar menolak memberi kesaksian pada sidang kesebelas ini sebagai saksi ahli agama dari lembaga tersebut.
Dalam sidang hari ini, dia hadir dalam kapasitasnya sebagai ahli agama dari Muhammadiyah.
"Kabareskrim menyurati pimpinan pusat Muhamadiyah untuk menjadi saksi ahli agama, dan memutuskan saya untuk menjadi saksi ahli agama," kata Yunahar.