Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aparat Didorong Bangun Data Penanganan Masalah Kriminal

Kompas.com - 22/06/2017, 12:20 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri selaku aparat penegak hukum di Indonesia disarankan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi yang cukup masif saat ini. Teknologi digunakan untuk memudahkan pendataan sekaligus melakukan analisis terhadap data kejahatan sebagai dasar merumuskan kebijakan pencegahan kasus-kasus serupa di kemudian hari.

"Selama ini, startup yang berkembang di Indonesia baru berkutat pada hal-hal yang bersifat komersial. Belum ada startup khusus yang menyasar masalah kriminal," kata Evandri Pantouw, anggota Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2017).

Evan mencontohkan penanganan kejahatan di sejumlah negara maju, salah satunya Amerika Serikat, yang banyak berbasis pada data. Kelebihannya, selain memudahkan aparat untuk melakukan penanganan, juga sebagai bahan memprediksi jenis-jenis tindak kriminal, kapan biasa terjadi kejahatan, dan di mana kejahatan itu berpotensi terjadi.

"Penegak hukum yang berbasis pada data bisa memprediksi lebih akurat apa-apa saja yang harus mereka lakukan. Misalnya menjelang hari raya, biasanya kejahatan apa yang terjadi, pencurian rumah kosong atau hipnotis di tempat-tempat umum," tutur Evan.

Untuk menuju ke sana, Evan berpendapat, instansi penegak hukum, mulai dari Polri, pengadilan, sampai kejaksaan harus berbenah soal pendataan terlebih dahulu. Dari hal sederhana, seperti mencatat secara lengkap informasi penanganan perkara yang kemudian bisa ditayangkan untuk informasi publik secara online.

"Merapikan datanya saja dulu. Saya berapa kali menemukan info perkara hanya ada keterangan nama dan amar putusan di salah satu website pengadilan negeri di Jakarta, tidak ada nomor perkara, perkara yang diadili, nama hakim, dan sebagainya," ujar Evan.

Pihaknya optimistis, jika ada diniat, pemerintah bisa membenah dan mengintegrasikan data-data tersebut dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun mendatang. Masalah teknologi dianggap tidak jadi soal, karena teknologi yang berkembang di Indonesia tidak kalah canggih dengan di luar negeri.

Evan mengungkapkan, bisa jadi ke depan, hukuman represif seperti penjara tidak jadi satu-satunya cara menghukum penjahat. Untuk kategori tindak pidana ringan, dapat menjalani pembinaan atau hukuman dengan cara bakti sosial membersihkan tempat dan fasilitas umum selama beberapa bulan.

Nantinya, hal itu akan bermuara pada berkurangnya tahanan di dalam penjara. Dengan begitu, masalah membludaknya warga binaan dan proses pemasyarakatan di dalam sana bisa dilaksanakan lebih efektif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com