Salin Artikel

Suara Pembacaan Proklamasi yang Disimpan di Monas Tak Dibuat Pada 1945

Letaknya di bagian cawan Tugu Monas yang berbentuk ruangan amfiteater. Untuk mencapai ruangan tersebut, pengunjung harus terlebih dahulu masuk ke area Tugu Monas melalui jalan bawah tanah.

Tidak seperti saat ingin ke Puncak Monas, akses menuju Ruang Kemerdekaan cukup dilalui lewat tangga.

Ruangan berbentuk amfiteater itu mengelilingi empat sisi yang mengandung berbagai macam simbol di tiap sisinya.

"Di sisi selatan adalah burung garuda," ujar Kepala Kantor Pengelola Kawasan Monas Sabdo Kristiyanto kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2017).

Baca: Siswa SMP Ikut Lomba Ketik Teks Proklamasi dengan Mesin Ketik Manual

Burung garuda besar memang terpampang di bagian selatan ruangan itu. Pada bagian utara, terdapat replika kepulauan Indonesia.

Pada bagian timur ruagan, terdapat sebuah kotak besar anti-peluru yang rencananya menjadi tempat penyimpanan Bendera Pusaka.

"Sedangkan di sisi barat, ada ruang gapura yang berisikan suara Bung Karno yang membacakan teks Proklamasi," kata Sabdo.

Saat berkunjung ke Ruang Kemerdekaan, Kompas.com sempat bertanya kepada beberapa pengunjung mengenai rekaman suara Bung Karno itu.

Pertanyaannya sederhana, kapan rekaman suara Presiden Soekarno membacakan naskah proklamasi itu dibuat?

"Itu kan pembacaan proklamasi, berarti tanggal 17 Agustus. Tahunnya ya tahun kemerdekaan (yaitu 1945)," ujar Rizal yang sore itu datang bersama anak dan istrinya.

Meski demikian, wajah Rizal tampak tidak yakin. Dia dan istrinya saling memandang dengan bingung.

"Iya tahun 1945 kali ya, enggak tahu juga sih. Habisnya enggak ada guide di sini," jawab sang istri, Fatimah.

Beberapa anak muda tampak berfoto-foto di Ruang Kemerdekaan. Mereka mengamati gapura yang ketika itu sedang tidak mengeluarkan suara Bung Karno.

Ketika ditanya, mereka mengatakan suara Bung Karno tidak direkam saat tahun 1945.

"Kayaknya bukan direkam tahun 1945. Tapi enggak tahu juga sih, takut salah," ujar salah seorang anak muda, Andini.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam menceritakan, kisah di balik rekaman suara itu.

Benar, suara Bung Karno yang selama ini kita dengar bukan rekaman asli yang dibuat pada saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.

Suara Bung Karno justru direkam bertahun-tahun setelah peristiwa bersejarah berkat peran pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) Jusuf Ronodipuro.

"Itu baru direkam, kan ada yang menulis tahun 1950 ada sumber yang lain menyebutkan tahun 1951. Itu karena Jusuf Ronodipuro dari RRI yang meminta Bung Karno untuk merekam karena sebelumnya belum ada rekamannya," kata Asvi.

Asvi mengatakan Bung Karno sebelumnya menolak mentah-mentah permintaan Jusuf. Alasannya, proklamasi hanya dibacakan satu kali.

Setelah pembacaan proklamasi pada 17 Agustus 1945, Bung Karno sempat kedatangan para pemuda yang terlambat menghadiri upacara sehingga tidak bisa mendengar pembacaan proklamasi.

Baca: Baca Teks Proklamasi, Ketua MPR Akan Pakai Baju Adat Lampung

"Mereka minta supaya diulang proklamasi itu. Bung Karno menolak dan mengatakan proklamasi itu cuma sekali. Dia mengatakan 'saya hanya bersedia memberikan ceramah atau wejangan, tapi bukan proklamasi'," ujar Asvi.

Pada 17 Agustus 1945, memang tidak ada rekaman suara yang mendokumentasikan momen besar itu.

Untungnya, Jusuf Ronodipuro berhasil membujuk Bung Karno untuk membacakan kembali teks proklamasi dan direkam.

Kata Asvi, Jusuf menjelaskan kepada Bung Karno tentang pentingnya perekaman suara itu bagi generasi mendatang.

"Jusuf Ronodipuro kan meyakinkan (Bung Karno) bahwa ini penting bagi generasi muda Indonesia yang akan datang. Supaya mereka tahu teks proklamasi itu bacanya seperti apa," ujar Asvi.

Akhirnya, Bung Karno melunak dan bersedia membacakan kembali proklamasi untuk direkam. Suara itulah yang kini bisa kita dengar di Ruang Kemerdekaan Monas.

Jusuf Ronodipuro dari RRI pun menjadi orang yang paling berjasa di balik sejarah perekaman suara Bung Karno.

https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/17/09000071/suara-pembacaan-proklamasi-yang-disimpan-di-monas-tak-dibuat-pada-1945

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke