Rifki dan petugas lain UPK Badan Air secara rutin membersihkan sungai yang letaknya tak jauh dari kawasan Pasar Kambing tersebut.
Meski sudah bekerja ekstra keras, Rifki dan rekan-rekannya merasa kewalahan menangani sampah yang volumenya tak pernah berkurang.
"Bagaimana tidak kewalahan, setiap hari kali bersihkan, kami sisir dari kawasan atas ke bawah. Eh begitu sampai bawah, yang atas sudah penuh sampah lagi," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (7/9/2017).
Baca: Warga Jati Bunder Diminta Ikut Jaga Kebersihan Sungai
Rifki mengaku, telah melakukan beragam cara untuk membuat agar warga tak lagi membuang sampah ke sungai.
"Pernah kami gantungkan karung di tepian sungai setiap 10 meter, harapannya agar warga membuang sampah di situ. Lalu paginya kami akan ambil kembali sampahnya dan begitu seterusnya," kata dia.
Namun usaha ini dapat dikatakan sia-sia. Bukannya warga menjadi tertib, karung-karung yang telah digantungkan di tepi sungai justru diambil warga.
"Karungnya hilang, warga tetap melemparkan sampah ke sungai, sampai kami bingung mau berbuat bagaimana lagi. Sudah diberi kemudahan kan padahal," lanjutnya.
Merasa gagal dalam upaya tersebut, Rifki dan rekan-rekannya yang difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup DKI menghubungi lurah dan camat setempat untuk membantu mensosialisasikan masalah ini.
"Sosialisasi juga sudah berjalan, tapi karakter warganya tidak juga berubah. Tetap saja seperti itu, sudah jadi kebiasaan soalnya," kata dia.
Padahal, lanjutnya, penampungan sampah sementara sudah tersedia di kawasan Pasar Kambing yang lokasinya tak jauh dari pemukiman warga.
"Sebetulnya kalau mau jalan sebentar itu ya ada tempat sampah. Kalau begini terus, sungai kotor terus, kami yang babak belur dimarahi kadis (kepala dinas), disangkanya enggak pernah kerja," keluhnya.
Rifki dan 17 orang petugas UPK Badan Air hanya mampu membersihkan sekitar 100 meter sungai setiap harinya, mengingat banyak lokasi lain di kawasan Tanah Abang yang juga harus ditangani.
Dalam pengangkutan sampah dari Sungai Jati Bunder, para petugas UPK Badan Air menemui sejumlah kendala salah satunya adalah tak tersedianya lokasi penampungan sampah sementara.
"Perumahan warga kan sudah banyak yang menjorok ke sungai, jadi tidak mungkin lagi dapat kami jadikan lokasi penampungan sampah," kata dia.
Baca: Menyusuri Sungai "Sejuta Sampah" di Jati Bunder
Untuk menyiasatinya, para petugas mengumpulkan sampah di badan sungai yang terletak di RT 14 untuk kemudian diangkut menggunakan mobil pikap.
"Truk tidak bisa masuk, kami hanya bisa menggunakan pikap, bolak balik dan maksimal mengangkut 8-10 kubik sampah untuk lokasi itu saja," sebutnya.
Jika memungkinkan, lanjut Rifki, proses pengangkutan sampah tersebut dapat dilakukan dua hingga tiga kali dalam sehari.
"Sementara ini hanya itu yang dapat kami lakukan. Kalau warga tidak segera sadar ya kami ini yang akan selalu 'babak belur'," tutupnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/09/07/13425531/kisah-rifki-yang-kewalahan-tangani-sampah-warga-jati-bunder