Firdaus menjelaskan, hal itu karena anggaran yang diberikan Pemprov DKI kepada RT/RW bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
"Kalau kita bicara dana operasional RT/RW bersumber dari APBD, APBD kan bagian dari keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan dengan transparan dan akuntabel," ujar Firdaus kepada Kompas.com, Jumat (8/12/2017).
Belakangan, Anies tak jadi menghapus, tetapi menyederhanakan LPJ. Firdaus mempertanyakan rencana Anies tersebut.
Namun, kata Firdaus, RT/RW tak diwajibkan mengisi rincian anggaran yang dikelurkan setiap kegiatannya. Menurut Firdaus, penyederhanaan itu sama saja tidak menjelaskan pertanggungjawaban penggunaan dana oleh RT/RW.
"Artinya kalau begini apa yang dipertanggungjawabkan, tidak ada, cuma general saja. Tapi apakah pertanggungjawaban selesai, ya. Apakah kita bisa membaca akuntabilitasnya, tidak. Penyederhanaan ini sama saja mengatakan tidak ada LPJ," ujar Firdaus.
Gubernur Anies awalnya berencana menghapus LPJ dana operasional RT/RW mulai 2018. Alasannya, dia ingin pengurus RT/RW fokus melayani warga dibandingkan dengan hanya sibuk mengurus persoalan administrasi.
Namun, Anies memutuskan LPJ itu tetap ada. Pengurus RT/RW mencatat pemasukan dan pengeluaran setiap bulannya dalam buku keuangan RT/RW.
Pertanggungjawaban itu langsung dilaporkan kepada warga melalui forum musyawarah RT/RW sekurang-kurangnya 1 kali dalam 6 bulan. Laporan tersebut juga ditembuskan ke kelurahan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/12/08/15240251/icw-penyederhanaan-ini-sama-saja-mengatakan-tidak-ada-lpj