Salin Artikel

Mencari Beras untuk Warga Ibu Kota

Tak mudah menyediakan beras di hutan beton yang minim sawah. Kira-kira 95 persen makanan yang ada di Jakarta, dipasok dari daerah lain, termasuk beras yang 20 persen dipasok dari Jawa Tengah.

Pada Kamis dan Jumat (atau 8-9/2/2018) lalu, Kompas.com mengikuti perjalanan jajaran PT Food Station Tjipinang Jaya, pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, ke berbagai daerah persawahan di Jawa Tengah, untuk mencari beras buat warga Jakarta.

Lumbung padi yang pertama dituju terletak di Desa Mlaten, Kabupaten Demak. Desa itu punya sekitar 450 hektar tanah desa yang dikelola menjadi sawah padi organik oleh para petaninya.

"Konsep kerja sama dengan mitra sebelumnya memotong rantai distribusi. Kami datang langsung ke Bapak-Bapak tanpa perantara, kami membeli lebih murah, Bapak menjual lebih mahal," kata Frans M Tambunan, Direktur Operasional PT Tjipinang Food Station kepada para petani Desa Mlaten.

Saat mendengar petani bisa jual hasil tani lebih mahal, mereka bersorak dan bertepuk tangan. Frans kemudian menjelaskan, pihaknya siap membeli gabah yang dihasilkan. Gabah kering kemudian diantar ke pabrik pengolahan beras milik Paiman, mitra Food Station Tjipinang. Di pabrik, gabah akan diolah sehingga menjadi beras siap kemas. Food Station membayar gabah dari petani dan jasa pengolahan dari mitra mereka.

Selain menjanjikan harga beli yang lebih mahal dibanding tengkulak dan dipastikan di atas Rp 4.000 per kilo, Food Station juga menawarkan uang muka 50 persen sebelum panen. Sisanya dibayar kontan saat gabah sudah diterima.

"Apapun yang dikehendaki, kami ikut saja. Kalau saya pribadi dengan adanya kerja sama kaya gini menguntungkan sekali terutama buat petani seperti saya," kata Ketua Kelompok Panca Tani Demak, Salaffudin.

Bagi Salaffudin dan puluhan petani lainnya di Demak, mengurusi panen pertama di tahun 2018 yang dibarengi musim hujan saja sudah sulit. Belum lagi mencari pembeli (off taker) bagi ribuan ton gabah yang dihasilkan di Desa Mlaten.

Selama ini, mereka menjual gabah kering panen ke tengkulak, pernah dengan harga yang ditekan sangat rendah hingga Rp 2.200 per kilogram.

Direktur Utama Food Station Arief Prasetyo Adi, mengatakan misinya tak hanya menstabilkan harga beras di Jakarta, tetapi juga membagi kesejahteraan bersama para petani di daerah yang menyediakan pasokan.

"Saya mau kita kerja sama jangka panjang, kalau cuma beli sekali dua kali, saya pergi saja sekarang. Saya siap beli dengan harga rata-rata, tidak terlalu mahal atau terlalu murah, yang penting Bapak-bapak jangan selingkuh," kata Arief.

Arief menjelaskan Food Station beberapa kali diselingkuhi kelompok petani mitranya. Ketika harga beras naik, kata Arief, petani akan tergoda untuk menjual ke tengkulak yang menawarkan harga beberapa ratus perak lebih tinggi dari harga yang ditetapkan bersama Food Station. Namun ketika harga rendah, kata Arief, para petani yang mudah tergoda ini biasanya akan kembali menawarkan berasnya dijual dengan harga tidak terlalu rendah.

Selain ingin memotong rantai distribusi, Food Station juga mendatangi petani-petani untuk memastikan beras yang datang ke Jakarta berkualitas baik.

Paket lima kilogram beras dengan harga Rp 30.000 yang kini disubsidi setiap bulannya bagi warga berpenghasilan rendah, dan lansia di Jakarta, bukan beras berkualitas buruk. Meski subsidi, berasnya berkualitas premium.

Food Station pun mendatangi sekretariat Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) di Karanganyar, untuk menemui para petani yang menghasilkan benih serta pupuk sendiri dengan kualitas terbaik.

"Kami ogah jual beras medium karena harga sudah Rp 9.450, packaging-nya yang bagus sudah Rp 400, kami nggak dapat (untung) apa-apa. Akhirnya sekarang semua jualnya yang premium, yang medium kasih Bulog saja, kami enggak mau di situ," kata Dirut Food Station Arief kepada para perwakilan AB2TI se-Jawa Tengah.

Arief menjelaskan kedatangannya menemui langsung petani untuk menyiapkan beras yang akan dibeli nanti sesuai standar Food Station. Varietas yang diincar Food Station antara lain Ciherang, Mentik Wangi, hingga Sintanur.

Bagi AB2TI yang sudah mengembangkan benih-benih unggul, menghasilkan padi dengan varietas tersebut terbilang mudah.

"Di Wonogiri saja 315 hektar sawah kami sertifikasi organik, apabila cuma sintanur sangat mudah tinggal offtaker harganya sesuai dan kami hitung kalau masuk, kami siap," ujar Didik Yokanan, Kepala Bagian Usaha dan Tata Niaga AB2TI.

Meski mampu memproduksi gabah dengan hasil baik, petani-petani yang tergabung di AB2TI maupun yang sebelumnya ditemui di Demak, mengaku bahwa mereka menghadapi kesulitan mengeringkan padi di tengah cuaca yang terus menerus hujan.

Lazimnya, padi yang baru dipanen langsung dijemur hingga delapan jam lamanya di bawah terik matahari. Namun karena hujan, padi terpaksa dikeringkan menggunakan mesin dryer. Mesin ini cukup mahal harganya, mencapai Rp 1 miliar. Jika tak dikeringkan sempurna, kadar air beras tak bisa turun menjadi 14 persen sesuai standar yang diminta Food Station.

Food Station pun bertandang ke Solo, menemui Chriswanto Tri Santosa, Direktur Utama Perusda PPK Pedaringan Solo, perusahaan daerah yang bergerak di bidang logistik dan pergudangan, untuk bekerja sama.

"Masalah penting itu penjemuran, petani punya tempat dan kalau yang seperti alat-alat kami  lihat biaya operasional tinggi, cost-nya tinggi, listrik tidak tersedia," ujar Chris.

Chris mengatakan pihaknya akan berupaya mengembangkan pengering rakitan sendiri dengan harga Rp 100 juta yang daya listriknya hanya 900 watt. Harapannya, kelompok-kelompok tani akan membeli alat ini dan tak perlu khawatir akan cuaca serta segala anomalinya.

Mengunjungi petani-petani di Demak, Kudus, Sragen, Klaten, dan Karanganyar adalah bagian dari pekerjaan Food Station. Untuk mencukupi kebutuhan beras warga Jakarta, Food Station juga membeli dari Jawa Barat, Lampung, hingga Sulawesi.

Dirut Food Station Arief mengatakan meski repot, cara ini paling efektif untuk memastikan pasokan yang datang benar-benar berkualitas.

"Kalau tidak datang lihat sendiri seperti ini, ya nggak bisa," kata Arief.

Padi yang akan dibeli ini sampai digenggam, digigit, dan dibawa pulang seplastik untuk diuji di Jakarta. Jika sudah pas, harga akan dinegosiasikan dan beras dikirim

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/12/08272281/mencari-beras-untuk-warga-ibu-kota

Terkini Lainnya

Rio Reifan Lagi-lagi Terjerat Kasus Narkoba, Polisi: Tidak Ada Rehabilitasi

Rio Reifan Lagi-lagi Terjerat Kasus Narkoba, Polisi: Tidak Ada Rehabilitasi

Megapolitan
Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke