Salin Artikel

Kota Tangerang dalam Catatan Sejarah

Namun pesatnya pertumbuhan di Tangerang tak hanya terjadi di era modern. Sejak lama, Tangerang telah dikenal sebagai pusat perekonomian yang dimanfaatkan penjajah.

Dalam buku Sejarah Banten: Membangun Tradisi dan Peradaban karangan Nina Lubis (2014), Banten sebagai induk Tangerang  sudah tercatat dalam perjalanan para penjelajah yakni Tome Pires dari Portugis hingga Mao Kun dari China pada 1421.

Penulis Claude Gillot dalam buku Banten, Sejarah Peradaban Abad X-XVII (2008) mengungkapkan nama Tangerang disebut dalam catatan ekspedisi Francisco de Sá pada 1527 sebagai "Tamgaram".

Banten adalah pelabuhan terbesar di Pulau Jawa ketika itu. Banten berada di jalur perdagangan internasional. Penduduknya datang dari bermacam-macam suku, mulai dari pedagang muslim yang berasal dari timur Indonesia, hingga bangsa China yang bermukim di pinggir Sungai Cisadane yang kini dikenal sebagai Cina Benteng.

Dalam perjalanannya membangun peradaban, Banten dan Tangerang merupakan bagian dari Kesultanan Banten.

Dikutip dari profil kota situs Pemkot Tangerang, sejarah mencatat lahirnya Tangerang bermula dari sebutan untuk sebuah bangunan tugu berbahan dasar bambu yang didirikan Pangerang Soegiri, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten.

Tugu tersebut terletak di bagian Barat Sungai Cisadane yang diyakini saat ini berada di wilayah Kampung Gerendeng. Oleh masyarakat sekitar, bangunan tugu tersebut disebut tengger atau tetengger  yang dalam bahasa sunda berarti tanda atau penanda.

Sesuai dengan julukannya, fungsi tugu tersebut memang sebagai penanda pembagian wilayah antara Kesultanan Banten dengan pihak Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang datang pada abad ke-17.

Wilayah kesultanan Banten berada di sebelah barat dan wilayah yang di kuasai VOC di sebelah timur sungai Cisadane.

Hingga pada sekitar tahun 1652, penguasa Banten mengangkat tiga orang maulana, yang diberi pangkat Aria. Ketiga maulana tersebut merupakan kerabat jauh Sang Sultan yang berasal dari Kerajaan Sumedang Larang, bernama Yudhanegara, Wangsakara dan Santika.

Dalam perjuangannya, ketiga maulana tersebut membangun benteng pertahanan hingga mendirikan pusat pemerintahan kemaulanaan yang menjadi pusat perlawanan terhadap VOC di daerah Tigaraksa. Namun, dalam pertempuran melawan VOC, ketiga maulana gugur satu demi satu.

Aria Santika wafat tahun 1717 di Kebon Besar Kecamatan Batuceper, Aria Yudhanegara wafat tahun 1718 di Cikolol dan pada tahun yang sama Aria Wangsakara menutup usia di Ciledug dan di makamkan di Lengkong Kiai.

Daerah di sekitar benteng pertahanan yang dibangun ketiga maulana disebut masyarakat dengan istilah daerah Benteng. Hal ini turut mendasari sebutan Kota Tangerang yang dikenal dengan sebutan Kota Benteng.

Beralih ke latar belakang berubahnya sebuatan Tangeran menjadi Tangerang. Hal itu bermula pada tanggal 17 April 1684, saat ditandatanganinya perjanjian antara Sultan Haji atau Sultan Abunnashri Abdulkahar putra Sultan Ageng Tirtayasa pewaris Kesultanan Banten dengan VOC. Salah satu pasal perjanjian tersebut menyebutkan bahwa wilayah yang kala itu dikenal dengan Tangeran sepenuhnya menjadi milik dan ditempati VOC.

Dengan adanya perjanjian tersebut, daerah Tangerang seluruhnya masuk wilayah kekuasaan Belanda. Saat itu, tentara Belanda tidak hanya terdiri dari bangsa asli Belanda tetapi juga warga pribumi di antaranya dari Madura dan Makasar yang ditempatkan di sekitar wilayah benteng.

Tentara VOC yang berasal dari Makasar tidak mengenal huruf mati, dan terbiasa menyebut Tangeran dengan Tangerang. Kesalahan ejaan dan dialek inilah yang diwariskan dari generasi ke generasi hingga saat ini.

Pada masa awal pemerintahan VOC di Tangerang, setelah ditandatanganinya perjanjian Banten dengan VOC, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan Banten. Pemerintahan itu pimpinan seorang bupati. Para bupati yang pernah memimpinan Tangerang di era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.

Setelah pemerintahan keturunan Aria Soetadilaga, Belanda menghapus pemerintahan itu dan memindahkan pemerintahan ke Batavia. Belanda lalu membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada orang-orang kaya di Batavia.

Nama wilayah Tangerang menjadi nama resmi pertama kali pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945. Pemerintah Jepang saat itu sempat melakukan pemindahan pusat pemerintahan Jakarta Ken (wilayah administratif setingkat Kabupaten) ke Tangerang yang dipimpin oleh Kentyo M Atik Soeardi.

Peristiwa itu berdasarkan pada keputusan Gunseikanbu, yang merupakan pimpinan Departemen Militer Jepang. Keputusan tersebut juga menunjuk Atik Soeardi menjabat pembantu Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat dan Raden Pandu Suradiningrat menjadi Bupati Tangerang (1943-1944).

Seiring berjalannya waktu, daerah Tangerang yang setelah Indonesai merdeka berbentuk Kabupaten Daerah Tingkat II mengalami perkembangan yang sangat pesat. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Jakarta menjadikan beberapa kecamatan yang berbatasan menjadi pusat kegiatan  pemerintah, ekonomi, industri dan perdagangan, politik, sosial budaya.

Hal tersebut mendasari pemerintah untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan secara khusus. Maka pada 28 Februari 1981 keluar Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 tentang Pembentukan Kota Administratif Tangerang.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/28/09532151/kota-tangerang-dalam-catatan-sejarah

Terkini Lainnya

Pemprov DKI Jakarta Pertimbangkan Usul DPRD DKI soal Sekolah Gratis Negeri dan Swasta

Pemprov DKI Jakarta Pertimbangkan Usul DPRD DKI soal Sekolah Gratis Negeri dan Swasta

Megapolitan
Komisi E DPRD DKI Desak Pemprov Wujudkan Sekolah Gratis Negeri dan Swasta, dari TK sampai SMA

Komisi E DPRD DKI Desak Pemprov Wujudkan Sekolah Gratis Negeri dan Swasta, dari TK sampai SMA

Megapolitan
Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Megapolitan
DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Maju Mundurnya Ridwan Kamil untuk Pilkada DKI Jakarta...

Maju Mundurnya Ridwan Kamil untuk Pilkada DKI Jakarta...

Megapolitan
Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak: Pelaku Rekan Kerja, Motif Ekonomi Jadi Alasan

Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak: Pelaku Rekan Kerja, Motif Ekonomi Jadi Alasan

Megapolitan
DJ East Blake Ambil Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih Diam-diam karena Sakit Hati Diputuskan

DJ East Blake Ambil Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih Diam-diam karena Sakit Hati Diputuskan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam Ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam Ini Berawan

Megapolitan
Saat Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Jarinya hingga Putus oleh Juru Parkir Liar…

Saat Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Jarinya hingga Putus oleh Juru Parkir Liar…

Megapolitan
Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Gerebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Wilayah Sentul Bogor

Polisi Gerebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Wilayah Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke