Ini yang menyebabkan operator 112 dan Dinas Kesehatan DKI selektif dalam melayani permohonan ambulans.
"Kita tuh ambulans padat banget. Makanya kami juga mau menambah jumlah ambulans," kata Koesmedi kepada Kompas.com, Rabu (27/6/2018).
Koesmedi mengatakan, saat ini, ambulans disiagakan untuk test event Asian Para Games.
Selain itu, juga untuk pilkada serentak pada 27 Juni 2018.
Menurut Koesmedi, ini membuat pihaknya selektif melayani permohonan ambulans hanya dari warga DKI.
"Kadang memang teman di ambulans juga mengalami masalah. Kadang (pasien) enggak punya KTP DKI, enggak punya KK, mereka jadi susah mempertanggungjawabkan," ujarnya.
Bahkan di lingkungan DKI sendiri, Koesmedi mengaku pihaknya sering "dipaksa" melayani warga.
"Misalnya di puskesmas ada orang meninggal pinjam ambulans. Padahal, kan, enggak boleh dicampur ambulans orang sakit sama orang mati. Kadang kami digerebek," ujar Koesmedi.
Alasan ini membuat pihak 112 dan Dinas Kesehatan meminta KTP dan KK warga.
Sebelumnya, Haldi, seorang warga Tambora, Jakarta Barat, mengeluhkan pelayanan ambulans Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang menyulitkan.
Ketika akan membawa ibunya berobat ke rumah sakit pada Selasa (26/6/2018) malam, Haldi dimintai fotokopi KTP dan KK.
Haldi bercerita fotokopi itu diminta diserahkan ketika ambulans datang ke rumah.
Kendati ia sudah menjelaskan ibunya dalam keadaan darurat, operator 112 tetap menuntut agar ada fotokopi KK dan KTP.
Operator menolak memotret KK dan KTP atau memfotokopinya nanti di rumah sakit.
Kecewa, Haldi akhirnya membawa ibunya ke RSUD Tarakan menggunakan transportasi online.
Iaerharap Pemprov DKI mengevaluasi mekanisme permohonan ambulans.
Atas keluhan ini, Koesmedi berjanji akan mengevaluasi prosedur pelayanan ambulans.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/28/11424491/kadis-kesehatan-dki-akui-permintaan-ambulans-berlebih