Meski demikian, Anies menyadari bahwa ojek online bukan angkutan umum
"Kenyataannya di Jakarta salah satu transportasi yang digunakan masyarakat itu ojek. Bahwa undang-undang belum membenarkan, itu juga kenyataan, tetapi faktanya ada suplai ada demand," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (27/7/2018).
Anies mengatakan, bahkan ojek online juga selalu ada di kantor-kantor pemerintahan.
Keberadaan mereka ketika menunggu atau menurunkan penumpang kerap membuat lalu lintas padat.
Anies mengatakan kenyataan itu harus disikapi pemerintah.
"Pilihan bagi kami berbuat atau tidak berbuat. Saya memilih berbuat, kalau yang diseberang saya memilih berbicara, boleh-boleh saja," kata dia.
Anies mengatakan, tempat antar jemput ojek online di kantor pemerintahan ini akan dievaluasi satu pekan. Jika hasilnya efektif, dia akan mengeluarkan Instruksi Gubernur agar dilakukan juga di kantor-kantor swasta.
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.
Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh para pengemudi ojek online.
Dalam permohonannya, 54 orang pengemudi ojek online yang menggugat Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Para pengemudi ojek online keberatan karena ketentuan pasal tersebut tidak mengatur motor sebagai angkutan umum.
Padahal, seiring perkembangan teknologi, jumlah ojek online semakin berkembang di Indonesia.
Namun, MK menolak permohonan pemohon karena menganggap sepeda motor bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/07/27/12475611/ojek-online-tak-legal-mengapa-anies-sediakan-titik-penjemputan