Hal ini karena Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa mantan narapidana korupsi bisa ikut Pemilihan Legislatif 2018.
"Soal laporan-laporan saya, saya mau konsultasi dulu sama teman-teman lawyer nih. Besok saya mau konsultasi," ujar Taufik ketika dihubungi, Jumat (14/9/2018).
Taufik belum bisa memutuskan apakah akan melanjutkan atau mencabut pelaporannya.
Keputusannya tergantung hasil konsultasi dengan pengacara.
Taufik pun meminta KPU DKI kooperatif dengan patuh terhadap putusan MA.
Dia mengatakan, namanya harus ada pada daftar calon tetap (DCT) yang diumumkan 20 September mendatang.
Dia menilai KPU sudah tidak punya alasan lagi untuk menghentikannya mengikuti Pemilihan Legislatif 2019.
"Harus ada dong nama saya, masa KPU mau melanggar lagi keputusan MA?" ujar Taufik.
Taufik sudah melaporkan KPU DKI ke berbagai lembaga.
Awalnya dia mengadu ke Bawaslu DKI Jakarta karena KPU DKI tidak memasukannya ke daftar calon sementara (DCS).
Taufik pun menang dalam laporannya di Bawaslu.
Namun, KPU DKI memilih menunda menjalankan putusan Bawaslu DKI. Taufik pun melanjutkan laporannya ke DKPP dan Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, MA memutus uji materi Pasal 4 Ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018).
Pasal yang diuji materikan itu mengatur soal larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba dan kejahatan seksual pada anak untuk maju menjadi calon legislatif.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif bertentangan dengan UU Pemilu.
"Pertimbangan hakim bahwa PKPU itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017," ujar Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi Kompas.com.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/14/23393091/soal-laporan-kepada-kpu-dki-taufik-akan-konsultasi-dengan-kuasa-hukum