Selasa (2/10/2018) kemarin, Saefullah memanggil beberapa SKPD yang serapan anggarannya masih rendah seperti Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Sumber Daya Air, Dinas Pendidikan, dan Dinas Cipta Karya, dan beberapa pemerintah kota administrasi.
Dari pantauan di situs publik bapedadki.net pada Rabu pagi ini, serapan anggaran DKI Jakarta sudah mencapai 49 persen. Serapan anggaran untuk masing-masing SKPD yang dipanggil Saefullah juga ada datanya.
Serapan anggaran di Dinas Perumahan dan Permukiman sebesar 15,8 persen, Dinas Sumber Daya Air sebesar 23,9 persen, Dinas Pendidikan sebesar 55,2 persen, dan Dinas Cipta Karya sebesar 38 persen.
Saefullah akan melanjutkan pemanggilan SKPD lainnya hari ini. Namun hasil evaluasi sementara, ada beberapa SKPD yang gagal dalam perencanaan hingga berpengaruh pada serapan anggaran.
Rapor buruk
Usai rapat, Saefullah memberi catatan kepada Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan. Sejumlah program di Pemkot Jaksel yang disoroti adalah rehabilitasi dan renovasi bangunan pemerintahan.
"Jakarta Selatan ini rapornya jelek sekali," ujar Saefullah.
Ada sejumlah kegiatan gagal lelang seperti pembangunan kantor camat Mampang Prapatan, kantor lurah Karet, dan kantor lurah Kuningan Timur.
Ia sangat menyayangkan hal tersebut. Soalnya hal itu merupakan kegiatan yang diusulkan sendiri oleh SKPD. Anggaran juga sudah bisa digunakan sejak awal tahun.
"Januari itu sudah bisa lelang dia. Kenapa baru ribut pas hari gini? Itu saya sayangkan kinerja seperti itu," kata dia.
Selain itu ada juga pembatalan pembangunan rumah susun di Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman. Tahun ini, SKPD tersebut membatalkan pembangunan tiga rusun karena ada salah perencanaan.
Rusun yang seharusnya dibangun dengan skema multi years itu malah dibangun dengan skema single year.
"Dulu Pak Agustino (mantan Kadis Perumahan) itu salah perencanaan ya, semestinya dia multi-years," ujar Saefullah.
Setelah pembangunannya dibatalkan, anggarannya pun dialihkan ke pos pembebasan lahan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Meli Budiastuti mengatakan, alokasi anggaran pembebasan lahan mencapai Rp 1,6 triliun dari total anggarannya yang sebesar Rp 2,7 triliun.
Namun hingga kini, Dinas Perumahan baru menyerap Rp 180 miliar dari total anggaran pembebasan lahan.
"Sebagian besar alokasi anggaran yang ada di kami itu ada di pembebasan lahan. Dari Rp 2,7 triliun, Rp 1,6 triliunnya itu ada di pembebasan lahan. Sekarang udah terserap sekitar Rp 180 miliar," ujar Meli.
Dinas Perumahan masih menunggu penetapan APBD Perubahan 2018 oleh Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat penyerapan anggaran.
Sebab, anggaran Rp 760 miliar dari Rp 1,6 triliun untuk pembebasan lahan itu baru masuk dalam APBD Perubahan.
Jadi pembuktian pertama
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana berpendapat penting untuk memastikan penyerapan anggaran tahun 2018 bisa maksimal. Sebab ini merupakan hasil serapan anggaran pertama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sejak menjabat.
"Ini kan pembuktian pertama Pak Anies sebagai Gubernur 1 tahun penuh untuk menyerap anggaran dalam APBD," ujar Sani (sapaan Triwisaksana).
Karena itu, penyerapan APBD 2018 harus lebih baik daripada pemerintahan sebelumnya. Serapan anggaran tahun 2017 sebesar 83,8 persen. Sani kemudian membandingkan serapan anggaran DKI Jakarta dengan Jawa Barat.
Provinsi Jawa Barat mampu menyerap anggaran hingga 95 persen tahun 2017. Sani menilai seharusnya Pemprov DKI di bawah Anies bisa menyamai hal itu.
"Tekadnya kan harusnya sampai 90 persen. Seperti Jabar kan di atas 90 persen, sedangkan DKI kan sekitar ini terus angkanya. Padahal harusnya lebih bisa sampai 90 juga," kata Sani.
Sani meminta Pemprov DKI Jakarta membentuk sebuah tim untuk memantau serapan anggaran. Tim itu harus memastikan serapan anggaran 2018 bisa maksimal jelang akhir tahun.
"Ini harus segera dibentuk gugus tugas untuk memantau tingkat penyerapan masing-masing SKPD agar bisa maksimal menggunakan sisa tiga bulan terakhirnya ini," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/10/03/07005511/gagal-perencanaan-berujung-pada-serapan-apbd-dki-masih-rendah