Denny mengatakan, apa yang dituduhkan terhadap Farid bukan merupakan tindakan pidana, melainkan sengketa pers yang harus diselesaikan di Dewan Pers.
"Sangat wajar dengan alasan kita sampaikan sekali lagi untuk penyidik menghentikan proses ini karena lex specialis, tunduk terhadap Undang-Undang Pers," ujar Denny saat mendampingi Farid usai diperiksa di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (5/12/2018).
Sebelumnya, Komisi Yudisial menerima keluhan dari sejumlah hakim di daerah, yang merasa terbebani dengan adanya iuran untuk membiayai kejuaraan nasional tenis beregu memperebutkan Piala Ketua Mahkamah Agung yang digelar di Provinsi Bali pada 10-15 September 2018.
Keluhan dari sejumlah hakim itulah yang disampaikan Farid dalam keterangannya kepada Harian Kompas. Namun, Juru Bicara MA Suhadi telah membantah adanya iuran itu. Atas ucapannya itu, Farid dilaporkan ke polisi.
Denny mengatakan, penggunakan KUHP tidak tepat karena Farid sedang menjalankan tugasnya sesuai amanat Undang-Undang sebagaimana Pasal 50 KUHP di mana seseorang tidak bisa dipidanakan jika melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang.
"Kami minta secara tegas untuk segera dihentikan dan diserahkan sesuai dengan Undang-Undang Pers," ujar Denny.
Selain itu, lanjut Denny, kasus ini merupakan kriminalisasi terhadap Komisi Yudisial.
"Ini merupakan bentuk kriminalisasi yang membahayakan narasumber dalam kepentingan, kapasitas hukumnya. Yang Kedua, adalah kebebasan kawan-kawan pers dalam menyampaikan pemberitaan," ujar Denny.
Farid dilaporkan ke polisi oleh Ketua Ketua Umum Persatuan Tenis Warga Peradilan (PTWP) Syamsul Maarif dan Pengadilan Tinggi Medan Cicut Sutiarso dengan tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik. Pihak Farid menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan sengketa pers yang harus diselesaikan di Dewan Pers.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/12/06/06295431/polisi-diminta-hentikan-kasus-jubir-ky-yang-ungkap-soal-iuran-tenis-hakim