Kompas.com mengunjungi kawasan RT 10 RW 01 Kelurahan Kapuk tersebut pada Kamis (28/3/2019).
Bangunan kampung dengan luas 4 hektar yang dihuni 200 kepala keluarga (KK) ini mayoritas menggunakan berfondasi kayu dan hanya berjarak 50 sentimeter dari permukaan air.
Ketua RT 10 Rudi Suwandi yang merupakan warga asli Kampung Apung berharap kawasan ini bisa kering lagi.
"Saya sudah korban rumah satu. Ini rumah sekarang itu dibangun di atas rumah saya yang dulu terendam," tambah Rudi.
Puluhan tahun, mereka tinggal di atas genangan air tersebut.
Sementara itu, seorang warga bernama Lia (24) ingin jalan aspal dengan lebar 1,5 meter yang menjadi jalan lalu lalang warga Kampung Apung diberi pagar pembatas.
"Biar aman, karena anak-anak juga sering main di situ. Kalau ada pagar kan mereka lebih aman mainnya," ungkapnya.
Pembuatan pagar pembatas juga diminta oleh Yayat (42) seorang warga yang baru tinggal di Kampung Apung selama 8 bulan dan berjualan kopi di kawasan Pantai Indah Kapuk
Dua minggu lalu ia bercerita sempat tercebur ke genangan saat hendak berangkat kerja.
"Waktu itu hujan deras dan jalan ketutup air jadi enggak kelihatan. Pukul 05.30 WIB saya buru-buru berangkat kerja, tiba-tiba kecebur. Ya untung masih selamat karena ada yang nolongin," ceritanya.
Menurut pantauan Kompas.com di lapangan, genangan air saat ini berwarna hijau dan memiliki kedalaman 2 sampai 3 meter.
Akses air bersih
Sementara itu, warga lainnya bernama Sri (50) yang sudah tinggal sejak tahun 1992 berharap ada akses air bersih yang lebih lancar untuk warga.
"Ya kita pakai pompa air untuk penuhi kebutuhan mandi dan nyuci, kalau buat makan dan minum beli air panggul," tuturnya.
Sri menunjukan bahwa air tanah dari kran miliknya memiliki bau tak sedap.
"Ya bau gini, kayanya ada yang bocor deh. Maka kami juga bikin saringan sendiri. Biasa pakai ijuk, busa dan pasir. Ya lumayan bersihlah hasilnya," katanya.
Lebih lanjut Sri juga meminta petugas PPSU atau pun petugas dari Badan Air untuk juga melakukan pembersihan pada genangan disekitar rumah warga.
"Jangan cuma bersihin genangan di depan, tapi masuk juga ke sini. Itu sampah banyak numpuk. Kalau enggak diminta, bersihinnya enggak sampai sini," keluh Sri.
Rudi sebagai ketua RT menyebutkan wacana pembuatan pagar pembatas sudah pernah muncul. Namun terkendala pada luas jalan.
"Dulu pernah dibangun tapi ada warga enggak setuju. Karena nanti makan badan jalan. Jadi ya kalau bisa saya berharap dilebarin dulu jalannya, lalu dibangun lah pagar pembatas. Karena di sini sudah ada dua korban meninggal karena tercebur genangan. Itu terjadi pada tahun 2011. Jangan sampai lah kejadian lagi," pungkasnya.
Jelang pemilu serentak yang digelar kurang dari sebulan, warga berharap siapa pun pemimpinnya kelak, permasalahan di kampung ini dapat diselesaikan.
"Dari dulu banyak yang kampanye ke sini, janjinya akan ikut membenahi kawasan ini, menjadi lidah penyambung rakyat, berjuang bersama-sama, tapi nyatanya enggak kelar-kelar," kata Rudi lagi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/29/07141401/curhat-warga-kampung-apung-yang-puluhan-tahun-tinggal-di-atas-genangan