Salin Artikel

Jerit Warga Gusuran di Jakasampurna, Bekasi, yang Tak Punya Lagi Tempat Bernaung

BEKASI, KOMPAS.com — Dinaungi rindang pohon, pria paruh baya itu terbangun dari tidur siang di pinggir jalan beralaskan spanduk bekas.

Ia mengamati rumahnya di seberang jalan yang sudah jadi puing-puing akibat digusur Pemerintah Kota Bekasi, Kamis (25/7/2019).

Anaknya tampak berjibaku mencongkel besi-besi kolom di sisa reruntuhan.

"Ya namanya nasib orang kecil," ujar pria itu kepada Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

Digusur tanpa merasa pernah diajak diskusi, pria itu menganggap Pemerintah Kota Bekasi telah bertindak dengan tangan besi. Anggapan yang sama jadi alasan pria paruh baya itu tak mau menyebutkan nama, bahkan inisial sekalipun.

"Ada efeknya ke saya pasti," kata dia.

Sebut saja nama pria paruh baya itu sebagai "Ali". Ali mengaku telah menempati tanah yang disebut milik Kementerian PUPR di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011, Jakasampurna, Bekasi Barat, itu sejak 2000. Kala ia tiba di sana, permukiman belum sepadat kemarin.

"Saya masih sempat nanam kangkung kok di rawa," kata dia sambil mengarahkan telunjuk ke Casa Alaia Residence, kompleks mewah yang tak digusur pemerintah meskipun berdiri di bantaran sisi kiri DAS (daerah aliran sungai) Jatiluhur.

Adapun rumah dan bengkel tambal ban Ali, bersama 70 bangunan lain yang berdiri di sisi kanan kali, rata dengan tanah hari ini.

"Ahok, gubernur yang keras saja dia masih mau beri penjelasan. Ini mana? Sama sekali kagak, ketemu juga susah, ngilang mulu. Ahok gusur masih ada ngomong walaupun enggak sepakat sama warga. Ini apa? Langsung SP (surat peringatan)," ujar Ali.

"Kami kan ada yang menempati sudah 32 tahun, 20 tahun," ujarnya.

Selain tempat tinggal, satu hal yang remuk dalam praktik penggusuran sepihak oleh pemerintah ialah rasa keadilan warga.

Dalam hati Ali, rasa keadilan itu kian hancur melihat tiga bangunan di ujung jalan masih berdiri kokoh tanpa disentuh alat berat saat penggusuran Kamis kemarin.

R, anak Ali, menyebut dua rumah tersebut dimiliki oleh seorang pengusaha yang tinggal di rumah besar di seberangnya. Satu bangunan lagi merupakan markas pengurus cabang salah satu ormas yang disegani.

Puluhan anggota ormas itu menjaga tiga bangunan itu saat penggusuran kemarin, mengenakan seragam khas berwarna loreng-loreng.

Maghrib, alat berat yang menyapu rumah warga meninggalkan lokasi penggusuran. Pemerintah Kota Bekasi menyebut, tersisanya tiga bangunan itu "murni masalah waktu" yang kurang.

"Kalau niat baik pasti ngomong (diskusi) sama warga. Kalau ada bisnis di belakang itu, lain cerita. Sosialisasi sama sekali enggak ada. Di dalam daftar gusuran, ada namanya (tiga bangunan tersisa)," Ali menjelaskan.

Ali mengaku akan mengontrak rumah untuk tiga bulan ke depan. Persoalan jadi rumit karena sebelumnya ia tinggal bersama anak dan cucu-cucunya.

"Ngontrak tiga bulan. Enggak sanggup setahun. Saya mah kasihan sama anak-anak sama cucu-cucu, masih pada TK cucu," kata Ali.

Ia berencana membangun rumah kecil di suatu tempat sembari mengontrak. Atas alasan itulah, ia masih bertahan di lokasi penggusuran, coba memungut remah-remah rumahnya yang masih berguna.

"Itu besi kolom yang diambil buat bangun lagi. Hari gini harga besi selangit kalau mau beli. Satu biji sudah berapa duit," ujarnya.

Nasib tak kalah getir dialami Eno (40), kuli bangunan asal Kebumen, Jawa Tengah. Dia sudah menempati lahan yang kini digusur itu sejak 2004.

Ia hanya mampu meratapi figur rumahnya yang kini tinggal bayang-bayang. Semalam, Eno dan rekan terpaksa menginap di mobil bak milik salah satu pengepul barang rongsok. Ketiganya belum tahu ke mana mereka harus meletakkan kepala nanti malam.

"Sementara ya nyari tempat lagi di lahan kosong. Entar bangun sendiri. Belum dapat tempat," kata Eno yang saat ditemui Kompas.com sedang mengumpulkan kayu kaso di lahan bekas rumahnya.

"Bukan rumah, saya mah gubuk," kata dia.

Di rumahnya yang semipermanen, Eno tinggal bersama dua rekan sekampung yang juga bekerja sebagai kuli bangunan. Naas, ia tak sempat menyelamatkan seluruh perabot rumahnya.

Sejumlah bahan bangunan yang sebetulnya berharga baginya membangun rumah baru di tempat lain, seperti genteng, asbes, dan pintu, hancur dilindas ekskavator.

"Enggak sempat, sudah keduluan (alat berat) juga. Tadinya kirain masih dikasih satu minggu gitu. Bongkar isinya saja enggak keburu, belum keambil. Baru ranjang sama lemari. Hancuran asbes mah enggak laku dijual juga," kata Eno.

Penggusuran rumah warga di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011 oleh Kementerian PUPR melalui Pemerintah Kota Bekasi, Kamis (25/7/2019), diwarnai kontroversi.

Selain bentrok dengan warga dan menyisakan rumah ormas yang tak disentuh alat berat, penggusuran Kamis lalu dianggap sepihak.

Komnas HAM menyesalkan tindakan Pemerintah Kota Bekasi yang tak mengindahkan rekomendasi untuk bermusyawarah untuk mufakat dan melancarkan penertiban secara manusiawi.

Pemkot Bekasi mengklaim menyiapkan lokasi relokasi bagi warga terdampak ke Rusunawa Bekasi Jaya, tetapi warga mengaku tidak pernah menerima surat resminya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/26/17233101/jerit-warga-gusuran-di-jakasampurna-bekasi-yang-tak-punya-lagi-tempat

Terkini Lainnya

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke